esai
Wayang Kulit Indramayu
Sanghyang Wenang menikah kepada Dewi Arini (Nurini) putri Prabu Ari (Nuradi) dari Pulau (Puncak gunung ) Keling, dan berputra Sanghyang Tunggal. Pada suatu saat Sanghyang Tunggal bertapa, dan di tempat ia bertapa, tanahnya membesar, membuncah serta meledak,pecah keluarlah Dewi Siti Bentar, yang kemudian dinikahi oleh Sanghyang Tunggal.
Dari pernikahan ini Sanghyang Tunggal mempunyai 3 putra, Sanghyang Ismaya, Sanghyang Punggung, dan Sanghyang Manikmaya. Ketika di Suralaya akan diadakan pemilihan pengganti Sanghyang Tunggal sebagai penguasa Kahyangan, semuanya berminat menjadi penguasa, dan diadakanlah sayembara.
"Barangsiapa yang dapat menelan gunung dan memuntahkan lewat dubur ia berhak menguasai Tiga Dunia (Marcapada, Madya, Suralaya)". Sanghyang Togog (Punggung) mencoba, tetapi tidak bisa malah mulutnya sobek dan matanya melotot.
Sedangkan Sanghyang Ismaya dapat menelan gunung tapi tidak bisa mengeluarkannya sehingga perutnya buncit, menjadi besar dan matanya berair ( karena menahan sakit ). Sanghyang Manikmaya berhasil menelan gunung dan mengeluarkannya. Dia berhak jadi ratu di suralaya dan mercapada.
"Barangsiapa yang dapat menelan gunung dan memuntahkan lewat dubur ia berhak menguasai Tiga Dunia (Marcapada, Madya, Suralaya)". Sanghyang Togog (Punggung) mencoba, tetapi tidak bisa malah mulutnya sobek dan matanya melotot.
Sedangkan Sanghyang Ismaya dapat menelan gunung tapi tidak bisa mengeluarkannya sehingga perutnya buncit, menjadi besar dan matanya berair ( karena menahan sakit ). Sanghyang Manikmaya berhasil menelan gunung dan mengeluarkannya. Dia berhak jadi ratu di suralaya dan mercapada.
Sanghyang Ismaya atau Sanghyang Munged, turun kebumi, namun ia dari Bale Murcupunda ia mendapatkan jimat Layang Kalimasada (yang kemudian diartikan sebagai Kalimah Sahadat, sebetulnya adalah Kali - Maha - Usada, judul kitab pengobatan kepunyaan Dewi Kali).
Setelah berada di atas bumi, Sanghyang Munged dan Punggung mencari seorang majikan, kemudian Palasara lah yang menjadi majikan sanghyang Munget, kemudian menjadi Raja Astina. Palasara bersedia menjadi majikan dan menerimanya sebagai Panakawan dengan syarat sanghyang Munged mengubah penampilannya menjadi buruk.
Sanghyang Munged melepas bungkus Layang Kalimasada, dan menempelkannnya kepada badannya sehingga mengubah bentuk tubuhnya, ia menjadi Semar yang berasal dari kata Samar. Sedangkan sanghyang Punggung berubah menjadi Togog. Jimat Layang Kalimasada diserahkannya kepada Palasara. Semar mempunyai gelar Kudapawana, Watukumpul dan Badranaya. Dia tinggal di Padepokan Karang Tumaritis.
Sanghyang Munged melepas bungkus Layang Kalimasada, dan menempelkannnya kepada badannya sehingga mengubah bentuk tubuhnya, ia menjadi Semar yang berasal dari kata Samar. Sedangkan sanghyang Punggung berubah menjadi Togog. Jimat Layang Kalimasada diserahkannya kepada Palasara. Semar mempunyai gelar Kudapawana, Watukumpul dan Badranaya. Dia tinggal di Padepokan Karang Tumaritis.
Semar menikah dengan Sudiragen, titisan dari isterinya di alam Kahyangan, yaitu Dewi Sanggani (puteri Umayadewa) , dari Sudiragen Semar tidak memperoleh anak. Tetapi Palasara menyuruh Semar untuk mempunyai panakawan pembantu.
Semar menciptakan panakawan dan diakui sebagai anaknya, yaitu:
- Cebloq, dari gagang daun kelapa (papah blarak)
- Bitarota, dari orang-orangan sawah (unduh-unduh)
- Abdul Wala (Duwala), dari bonggol atau tonggak bambu (bonggolan pring)
- Bagong (Astrajingga), dari daun kastuba (kliyange godong kastuba)
- Bagalbuntung, dari bonggol jagung (bagal jagung)
- Gareng, dari potongan kayu gaharu
- Cungkring, dari potongan bambu (anjir dawa).
- Curis
Peran Semar pada wayang dermayon, tetap sama dengan peran Semar pada wayang lainnya. Beberapa sifat dan perilaku anak-anak Semar:
- Ceblog, pemberani dan berangasan
- Bitarota, pendiam dan halus perasaannya
- Duwala, tokoh yang gembira, suaranya menggembirakan majikannnya apabila menembang, namun jika bicara sengau
- Bagong, suaranya serak, kasar, selalu berbahasa Sunda, jika berkelahi ia ,menumbuk “lawan”nya dengan kepala
- Bagalbuntung , bicaranya pelo
- Gareng, sombong,angkuh
- Cungkring, selalu tampil dengan cerutu yang menyala untk menyerang lawannya, sifat dan perilakunya praktis sama dengan wayang Jawa Tengah.
Via
esai
Koreksi saja. Curis (Cemuris) bukan hasil ciptaan tetapi asli dewa juga seperti halnya Semar (Sanghyang Ismaya) bahkan merupakan adik iparnya yang berjuluk Sekar Pandan. Begitu juga dengan Cungkring (Petruk) yang asli dewa dan bukan ciptaan seperti anak Semar kebanyakan.
BalasHapusSuwun, kakangku atas koreksinya !!
Hapus