Opini
Sepanjang jalan terlihat dengan jelas sebuah pemandangan pedesaan. Kanan-kiri dipenuhi areal pesawahan, terlihat bagai karpet hijau menghampar luas. Lalu-lalang petani di bahu jalan dengan perlengkapannya, sebuah pedang, cangkul, dan sebotol air minum, baik dengan sepeda maupun motor, saat jam-jam segini begitu ramai.
Berubahnya Desa Kami
photo by tropenmuseum belanda |
Kalau terus berjalan menyisiri sekeliling kampung, banyak kamu temui sesuatu yang selama ini belum pernah kamu duga-duga. Para ibu sedang sibuk didapur. Anak-anak berduyun-duyun dengan setelan merah-putih bersemangat setelah pamit minta doa restu kepada orangtuanya, siap dengan palajaran barunya disekolah.
Kalau kalian datang ke kampung kami sangat terasa nuansa kampung sudah berubah menjadi setengah kota. Kehidupan dikampung sudah tidak lagi seperti dulu. Rumah tidak lagi seperti krangkeng—rumah panggung—atau bangunan semi permanen. Rumah kami sekarang sudah terbuat dari beton semen, lantainya dari ubin atau keramik, atapnya tidak lagi dari rumput welingi melainkan dari genting Jatiwangi dan asbes.
Hiasan didinding tidak lagi memakai duplikasi gambar tokoh pewayangan atau kepala kidang melainkan poster artis atau band ngetop. Lampu petromak dan patrol sudah jarang terlihat dan dipakai, sebagai gantinya banyak kita lihat lampu neon—penerang ketika gelap menyapa. Kursi yang dulu risbang dengan meja bundarnya diganti dengan kursi ukiran atau sofa. Kasur yang dulu diisi dengan kapuk sudah dianggap kuno, springbad atau kasur busa menjadi pilihanya sekarang. Jikalau dulu banyak orang buang hajat di got atau jamban dipinggir kali sekarang hampir semua rumah memiliki toilet didalamnya. Meski tak semua begitu tapi seisi warga desa hampir sudah merasakan fasilitas itu.
Hiasan didinding tidak lagi memakai duplikasi gambar tokoh pewayangan atau kepala kidang melainkan poster artis atau band ngetop. Lampu petromak dan patrol sudah jarang terlihat dan dipakai, sebagai gantinya banyak kita lihat lampu neon—penerang ketika gelap menyapa. Kursi yang dulu risbang dengan meja bundarnya diganti dengan kursi ukiran atau sofa. Kasur yang dulu diisi dengan kapuk sudah dianggap kuno, springbad atau kasur busa menjadi pilihanya sekarang. Jikalau dulu banyak orang buang hajat di got atau jamban dipinggir kali sekarang hampir semua rumah memiliki toilet didalamnya. Meski tak semua begitu tapi seisi warga desa hampir sudah merasakan fasilitas itu.
Sungguh sebuah kejutan bagi desa yang 20 tahun lalu masih banyak rumah terbuat dari pagar bambu yang dianyam. Lantainya beralaskan tanah, masih lumayan sedikit yang sudah dipasangi ubin. Karena listrik belum merata, warga desa masih suka menggunakan petromak dan lampu patrol sebagai penerangnya. Listrik memang sudah bisa dinikmati warga desa walau dengan swadaya pakai tenaga accu yang terangnya hanya sampai jam 12. Tapi, kalau kamu pernah datang ke desa kami dua puluh yang lalu. Kamu bisa merasakan perbedaanya.
Via
Opini
Posting Komentar