Opini
Ketika Tuhan bertanya kepada si Duda
Bukan aku menyalahkan takdir, bukan pula aku menghujat Tuhan tentang kemalangan yang kini aku rasakan. Tetapi engkau tahu aku hanyalah lelaki biasa, lelaki yang masih belajar tentang arti hidup, belajar bersyukur atas ujian yang Engkau berikan. Entah ujian, entah cobaan hidup yang begitu berat aku rasakan.
Aku hanya lelaki biasa
Yang rindu akan keharmonisan, kehangatan rumah tangga yang dahulu aku rasakan begitu indah. Aku rindu suara, canda dan tawa yang memenuhi seisi ruang dan relung jiwaku. Dan pelukannya yang menenangkan batinku, kecupan hangat yang masih membekas di telapak tanganku. Aku rindu, ketika hidung dan bibirnya mencium kulit tanganku seusai sholat. Kini tak ada lagi ku temukan.
Aku hanya lelaki biasa
Yang merindukan seorang makmum dalam sholat dan hidupku. Namun apa yang harus aku jawab ketika tuhan mempertanyakan janji sehidup semati yang kita ikrarkan disaat Ijab dan Kabul dahulu. Kamu harus tahu, cintaku bukan symbol dari merpati yang katanya tak ingkar janji, justru merpati yang mudah pergi dan lupa tuk kembali ke sangkarnya.
Di sini, aku tunaikan janji ku kepadamu. Bukan semata-mata selepas kepergianmu aku merasa bebas dari belenggu rumah tangga yang bertahun-tahun kita jalani. Sungguh mudah bagiku untuk mencari penggantimu, lagi-lagi bukan karena itu.
Hanya karena aku malu jawaban apa yang akan ku beri ketika tuhan mempertanyakan kesetiaanku kelak. Terlebih tak ada perempuan lain yang mampu sepertimu, perempuan yang mengingatkanku disaat aku khilaf dan alfa. Lelaki yang mencintai aku bukan karena kelebihan yang aku miliki. Justru karena kekurangan itulah yang menjadi alasanmu untuk menikahiku.
Istriku
Percayalah. Sampai detik ini aku masih merawat cinta yang kau tinggalkan. Tetap kusirami dengan do’a yang ku panjatkan. Penantian yang begitu panjang hingga nafas ini tak ada lagi di jiwaku. Tak ada yang aku tuntut untuk mu kelak. Cukup rasanya engkau menjadi makmumku di dunia dan di akherat nantinya, itulah cita-cita terakhirku sebagai lelaki yang kau tinggalkan.
Tuhan
Bila nanti kau pertanyakan tentang kesetian cinta kami, jangan menjadi satu alasan untuk kami bisa bertemu lagi di surga yang kau janjikan bagi lelaki-lelaki yang menjaga cintanya.
Tuhan
Cukuplah diri-Mu yang menjadi penenang dan tempatku menyandarkan diri. Wahai pemilik jiwa-jiwa yang rapuh, pimpinlah hati untuk senantiasa menyadari diri ini hanyalah seorang yang penuh dengan noda dosa yang racunnya sudah mengalir dikujur tubuh atas kenistaan dan kenaifan diri.
***
Aku hanya lelaki biasa
Yang rindu akan keharmonisan, kehangatan rumah tangga yang dahulu aku rasakan begitu indah. Aku rindu suara, canda dan tawa yang memenuhi seisi ruang dan relung jiwaku. Dan pelukannya yang menenangkan batinku, kecupan hangat yang masih membekas di telapak tanganku. Aku rindu, ketika hidung dan bibirnya mencium kulit tanganku seusai sholat. Kini tak ada lagi ku temukan.
Aku hanya lelaki biasa
Yang merindukan seorang makmum dalam sholat dan hidupku. Namun apa yang harus aku jawab ketika tuhan mempertanyakan janji sehidup semati yang kita ikrarkan disaat Ijab dan Kabul dahulu. Kamu harus tahu, cintaku bukan symbol dari merpati yang katanya tak ingkar janji, justru merpati yang mudah pergi dan lupa tuk kembali ke sangkarnya.
Di sini, aku tunaikan janji ku kepadamu. Bukan semata-mata selepas kepergianmu aku merasa bebas dari belenggu rumah tangga yang bertahun-tahun kita jalani. Sungguh mudah bagiku untuk mencari penggantimu, lagi-lagi bukan karena itu.
Hanya karena aku malu jawaban apa yang akan ku beri ketika tuhan mempertanyakan kesetiaanku kelak. Terlebih tak ada perempuan lain yang mampu sepertimu, perempuan yang mengingatkanku disaat aku khilaf dan alfa. Lelaki yang mencintai aku bukan karena kelebihan yang aku miliki. Justru karena kekurangan itulah yang menjadi alasanmu untuk menikahiku.
Istriku
Percayalah. Sampai detik ini aku masih merawat cinta yang kau tinggalkan. Tetap kusirami dengan do’a yang ku panjatkan. Penantian yang begitu panjang hingga nafas ini tak ada lagi di jiwaku. Tak ada yang aku tuntut untuk mu kelak. Cukup rasanya engkau menjadi makmumku di dunia dan di akherat nantinya, itulah cita-cita terakhirku sebagai lelaki yang kau tinggalkan.
Tuhan
Bila nanti kau pertanyakan tentang kesetian cinta kami, jangan menjadi satu alasan untuk kami bisa bertemu lagi di surga yang kau janjikan bagi lelaki-lelaki yang menjaga cintanya.
Tuhan
Cukuplah diri-Mu yang menjadi penenang dan tempatku menyandarkan diri. Wahai pemilik jiwa-jiwa yang rapuh, pimpinlah hati untuk senantiasa menyadari diri ini hanyalah seorang yang penuh dengan noda dosa yang racunnya sudah mengalir dikujur tubuh atas kenistaan dan kenaifan diri.
***
Via
Opini
Posting Komentar