Cerpen
Cerpen | Si Rangit - Pembunuh Bayaran
Namanya
Si Rangit, bocah Dermayu asli, tinggal di Lemabang, Indramayu Kota. Rangit udah
nggak sekolah, sejak lulus SMA, dia langsung diangkat jadi pejabat -
pengangguran Jawa Barat. Kerjaannya tiap hari main bilyard deket rumahnya. Aku
tak begitu akrab dengannya. Kenal juga karena dia tetangga temanku.
Temanku
juga bocah Dermayu asli, biasa dipanggil Si Komres. Nama yang sebenarnya adalah
Johandi. Tapi dipanggil Si Komres, singkatan dari komandan stress. Lingkungan
Dermayu memang begitu, becandanya keterlaluan tapi lucunya, orang yang
di-guyoni bersikap biasa-biasa saja. Tiap, aku dolan ke rumah si Komres, pasti
selalu ketemu sama si Rangit, biasanya selalu kusapa dia.
"Mau kemana, ngit"
"Biasa ... ke kampus", jawab asal tanpa pernah ngobrol basa-basi. Si Rangit
langsung meneruskan langkahnya. Kampus? loh kata Komres dia selepas SMA udah
jadi pengangguran. Lantas ngapain di ke kampus. Setelah kutanya Komres baru aku
mengerti. Katanya Rangit saban hari kerjaannya main bilyard melulu, makanya
seperti seorang mahasiswa yang saban hari ke kampus. Ada-ada saja istilahnya.
"Rangit, sini dulu lah, kita
ngobrol bentar".
"Apa neer? arep ngupai duit
tah" jawabnya logat dialek
dermayu yang kentel.
"Ora ... cuma pengen nanya aja,
kenapa tidak kuliah?"
"Lah sih, Muhammad Ali gantung
sarung tinju, Zidane gantung sepatu, Taufik Hidayat gantung raket. Lah reang
gah pada gantung buku, neer"
"Wis ah, reang ning kampus dingin
ya !!"
Ngomongin
Si Rangit yang pengangguran jadi kepikiran untuk mencarikannya pekerjaan.
Denger-denger bapaknya temanku sedang butuh tenaga kerja. Aku pun
menceritakannya.
"Ngit, pengen kerja ora?"
"Kerja ngendi? Aduhhhh neer reang
durung lulus sing kampus."
"Hahhaa ... rainira ampun !! maen
bilyard kapan lulusnya?"
Jauh
nggak kerjanya? susah nggak kerjanya? Dibombardir pertanyaan dari si Rangit.
Terus, setelah itu aku kasih alamat dan orang yang harus dia temui. Nanti
bilang aja informasinya dari si Meneer. Si Rangit pasang muka ragu-ragu penuh
kebimbangan, lama sekali dia menatapku. Lantas kulihat bibirnya mulai bergerak.
"Eeeeh neer, yen reang kerja, bli
bisa ngampus maning, neer? Entar bisa di-DO reange (drop out)"
Ampuuunnn
reang !! Dermayu tulen becanda terus, langka matine.
Besok-besoknya
aku ketemu lagi sama si Rangit. Biasa selalu melototiku dengan tampang
mrengut-nya.
"Gimana ngit, kerjanya? enak
!!"
"Embuhh gah neer, ngomonga bae
reang bli sida kerja karo bapane batur-ira"
"Apa sih?"
Dengan
muka marah, dia komat-komit nyerocos aja bibirnya. Heran !! Biasanya dia
becanda mulu, selalu mengundang tawaku. Ini lain, dia serius banget ngomongnya.
"Eeeee, neer sira kuh sing
campleng bae"
"Ya asli itu kerjaan halal
kok"
"Halal apane? kerjane dadi
pembunuh bayaran jeh, HALAL. Kenen-kenen gah reang bengen lok sekolah madrasah
lan ngaji, ngerti agama"
"Jangan marah dulu, ngit. Justru
itu, karena sesuai dengan skill yang kamu miliki makanya aku rekomendasi untuk
mengambil pekerjaan itu.”
Tampangnya
kulihat makin murka, melihat penjelasanku. Tangannya mengepalkan, mungkin ingin
meninju mukaku.
“Coba ngit, kamu ceritakan bagaimana
ceritanya, jangan marah-marah dulu !!”
"Eeeee wingi kuh sing kana reang
!! terus ketemu batur-ira, iya jeh bener ana pegawean, cuma gelem bli jeh dadi
pembunuh bayaran"
"terus?" Dalam hati sih
pengen ketawa, Edaaaaaaaaaann temenku mengerjainya.
"Ya reang langsung bae elik,
balik. Bli sida sun nglamar pegaweane. Bli sudi, kenen-kenen gah masih duwe
iman"
Untuk
sementara, biarkan si Rangit sedang asyik bermain dengan amarahnya. Percuma
jelasin sekarang juga. Setelah kusodorkan rokok dan menyuruhnya minum wedang.
Kulihat urat marahnya mulai memudar.
"Jadi gini ngit, kerjaan itu
halal, jadi pembunuh bayaran juga. Kamu mah sekolahnya di kampus bilyard sih.
Hahahhaa"
"Maksude?"
"Yang dimaksud temenku menjadi
pembunuh bayaran, itu jadi tukang jagal, tukang nyembeleh, tapi bukan membunuh
manusia, membunuh binatang"
"Udah ngit, kamu DO aja dari
kampusmu itu, tambah bego entarnya, bukan tambah pinter"
"Sengit" timpalnya sambil mesem.
"Ya pas karo sebutanira, RANGIT -
Rai Menyengit"
Dan
kamipun tertawa lepas.
***
Via
Cerpen
Posting Komentar