Opini
Hubungan Syair-syair Tarling terhadap Fenomena Sosial di Indramayu
Ilustrasi Fenomena Sosial - photo by rmoljabar.com - |
Masih pengen
ngomongin soal lagu-lagu Tarling. Berawal dari lagu berjudul "juriah"
yang dipopulerkan oleh Yoyo Suwaryo, bercerita tentang susahnya mencari kerja.
Dari kampung pergi ke kota, ternyata harapan dapat kerja hanya impian semata.
Pekerjaan tak didapat, dalam keputusasaan frustasi, Juriah ditawari sponsor
araban untuk bekerja jadi TKW. Ia pun akhirnya dalam keadaan frustasi
memutuskan untuk bekerja keluar negri.
Cerita dalam lagu
"juriah", dilanjut oleh lagu "bandara soekarno hatta" yang
dipopulerkan oleh Mi Kaji Uun Kurniasih, bercerita tentang perpisahan antara
sepasang suami istri. Pilihan yang sudah dipilih, bekerja menjadi TKW, sebelum
pemberangkatan harus dulu mengikuti pendidikan di penampungan, sembari menunggu
panggilan terbang ke negara tujuan. Ketika panggilan terbang, tempat terakhir
kali yang harus disinggahi adalah Bandara Soekarno Hatta, pintu terakhir
meninggalkan tanah air. Disinilah mereka berpisah terakhir kali.
Setelah tiba di
negara tujuan, tempat dimana TKW bekerja. Akhirnya seorang TKW harus
beradaptasi dengan dunia kerja dan budaya yang berbeda. Menyebabkan penderitaan
yang saban hari diterimanya. Dari bahasa yang tidak dimengerti, susahnya beradaptasi
dengan jenis pekerjaan yang didapat. Penderitaan ini, diwakili oleh lagu
"jeritan TKW", yang dipopulerkan oleh Een Clavinova.
Tak hanya istrinya
yang menderita, di luar negeri sana. Sang suami yang ditinggal oleh istri, juga
merasakan hal yang sama. Jika dulu kehidupan rumah tangga segala sesuatunya
dibantu oleh si istri, sekarang serba sendirian. Dari mulai mencari nafkah dan
mengurusi anak-anak, ditambah beban bayang-bayang malam yang terasa panjang dan
kesepian. Para suami tak kuat dengan kondisi seperti ini, lahirlah sebuah lagu
yang berjudul "duda kepaksa" yang diciptakan dan dinyanyikan langsung
oleh Iip Bakir.
Pada syair lagu
“duda kepaksa”, itu hanya menceritakan sepenggal cerita normatif tentang
laki-laki yang ditinggal istri. Duda kepaksa adalah contoh suami setia yang
siap sedia mengasuh anak-anaknya. Selain mengasuh anak, yang setia ini biasanya
berkumpul pada malam-malam tertentu sambil membakar ayam—mayoran. Mereka
mendirikan "organisasi" bernama Ikatan Duda Arab (IDARA). Lain Idara,
ada juga organisasi lainnya, seperti IDAMAN (Ikatan Duda Taiwan) dan IRAYA
(Ikatan Randa Korea).
Yang tidak setia
punya dua pilihan: menghamburkan duit kiriman istri di diskotek dan/atau kawin
lagi. Diskotek disini adalah bukan diskotek seperti yang ada di kota-kota
besar, namun semacam warung remang dan/atau radio-radio illegal yang memutar
lagu-lagu tarlingan. Karena tidak tahan ditinggal istri, para suami ini sering
kawin lagi. Menjadi masalah kalau istri mudanya pun akhirnya menjadi TKW.
Laki-laki semacam ini harus pandai mengatur waktu pulang istri tuanya agar
tidak bertabrakan dengan jadwal kedatangan istri mudanya.
Menyikapi
permasalahan selain suami yang betul-betul bisa diandalkan seperti dalam lagu
duda kepaksa, ada juga suami yang akhirnya berfoya-foya menghabiskan hasil
kiriman istrinya. Hal ini bisa dilihat dalam lagu tarling judul lainnya, yakni
“kiriman entok” yang dipopulerkan oleh Wa Kolor. Menceritakan seorang suami
yang menerima uang kiriman dari istrinya, ternyata habis dihambur-hamburkan
untuk minum-minuman dan maen perempuan.
Selanjutnya, gegara
menghabiskan semua kiriman istrinya, tentu orangtua si istri yang tak lain
adalah mertuanya. Berusaha mengingatkan dan menegur mantunya tersebut.
Pertengkaran antara mantu dan mertua tak bisa terelakkan. Pertengkaran ini
diangkat oleh Eddy Zacky dengan lagunya yang hits di pasaran, yakni lagu “ribut
karo mertua”.
Masih mending, jika
hanya bertengkar dengan mertua. Dan pada akhirnya si istri memaafkan kelakuan
suami yang telah menghabiskan duit kiriman tadi. Bahkan, ada yang lebih parah.
Yakni dicerai oleh mertua, seperti yang diangkat dalam lagu “dipegat mertua”
yang dipopuplerkan oleh Kumis Adriansyah.
Berbeda dengan yang
dicerai mertua, berakhir tragis. Ada pula yang akhirnya bertahan demi anak. Tak
mau nasib anak yang harus punya orangtua tiri, kelompok yang sangat mencintai
anak dan tak mau menjadikan anak sebagai korban. Mereka kelompok ini, yang
memilih bertahan mempertahankan keutuhan keluarga, direpresentasikan oleh lagu
“abot ning anak” yang dipopulerkan oleh Esta Joss.
Setelah lagu “abot
ning anak”, selanjutnya muncul lagu-lagu sebangun dan setipe yang menceritakan
permasalahan baru, korbannya adalah wanita kebanyakan. Seperti lagu, “rangda
maning” yang dibawakan oleh Yoshica Komara. Lagu “keloas” oleh Tuti Mulia, yang
menceritakan tentang betapa hancur dan sakitnya, ketika suaminya lebih memilih
balik dengan istri tuanya, setelah kepulangannya dari luar negri. Juga, lagu
“demen bapane”, “jaluk tanggung jawabe”, “pengen dibolongi”, “aja dicopot”, dan
lainnya.
Fenomena sosial
yang melabrak tata nilai adiluhung dalam budaya Dermayon, akhirnya berakibat
pada rusaknya tatanan kecil, terutama dalam lingkungan keluarga. Hal ini
diceritakan dalam lagu “karma ning dunya” oleh Susy Arzetty. Dimana semua
tindak dan tanduk kita di dunia semua dibalas, mendapatkan karma.
Sebagai tembung
pamungkas, tulisan bentuk keprihatinan saya ini terhadap berbagai fenomena
sosial yang muncul pada masyarakat Indramayu, saya tutup dengan firman Allah
dalam surat an-Nisa ayat 79. “Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah
dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan)
dirimu sendiri.. “
***
Via
Opini
Posting Komentar