ulasan
[Ulas] Apa itu Creativepreneur?
Gambar 1. Mie Ayam Ceker Cita Rasa. Sumber : Kuswanto, 2015 |
Kemaren
siang aku, Erwin, dan Yusuf mengadakan meeting dadakan. Tanpa rencana. Awalnya
sih karena menunggu cetakan banner jadi. Aku dan Erwin daripada bete
nungguin di workshop, mending cari tempat tongkrongan, kebetulan ini perut
lapar sekali. Aku usul, untuk makan lotek saja di Pusat Jajanan Cimanuk. Nunggu
pesanan lotek jadi, Erwin minta suruh hubungin si Yusuf. Kita berdua memang ada
perlu untuk bertanya seputar asuransi padanya.
Yusuf
yang ditunggu pun akhirnya datang. Tanpa banyak kata, dia lalu menjelaskan soal
asuransi. Dia menjanjikan lain kesempatan saja untuk lebih detailnya, dia perlu
konfirmasi dulu ke managernya. Obrolan pun makin cair. Si Yusuf tanpa aku duga
malah dia curhat, soal rencana bisnisnya yang keduluan orang lain
mengeksekusinya. Dia kelihatan kecewa berat. Aku hanya jawab, ya itulah bisnis.
Dunia yang nggak kenal keluarga, sodara, apalagi teman.
Sebenarnya
kalo bicara konsep bisnis sih, dari enam bulan yang lalu dia udah menceritakan
konsep bisnisnya kepada kami. Aku pikir ya salah dia sendiri sih, kelamaan
eksekusi. Ibarat kata nih, persis abege sedang jatuh cinta, kalo kelamaan nggak
nembak. Waaaaaaaah, bisa direbut saingan kita. Tak ubahnya sobatku yang satu
ini. Malang bener ya nasib si Yusuf! Hhiihihiii.
Banyak
yang bilang jadi pebisnis itu susah. Faktanya sih mudah, yang paling susah itu
mengeksekusi konsep bisnis kita menjadi nyata. Semua orang pasti pernah
membangun mimpi-mimpi bisnisnya. Konsepnya sangat sempurna. Tapi, eksekusinya
nol besar. Aku bilang, ini namanya sama saja dengan mimpi di siang bolong. Hheehehhe.
Dasar
kerja seorang pebisnis ya kreativitas. Kreativitaslah yang menuntun seroang
pebisnis meracik konsep bisnisnya, kemudian mengeksekusinya menjadi bisnis
nyata. Apalagi saat badai menghantam dan menjatuhkan bisnisnya, kreativitas
pulalah yang membuatnya bangkit kembali. Meracik lagi konsep kreatif bisnis
barunya. Kemudian datang sebagai obat gelora bisnisnya yang lesu.
Suatu
saat dari proses tempaan kreativitas itu juga, malah mampu menciptakan lapangan
pekerjaan dan mengatasi berbagai masalah sosial di masyarakat. Hal demikian,
orang-orang lebih populer menyebutnya dengan istilah creativepreneur. Pak Alex
Chandra Purnadi, guru bisnisku pernah mengatakan, untuk memulai sebuah bisnis
minimal harus ada modal empat hal.
Apa
saja empat modalnya itu? Work for free, angel investor, get experienced,
dan terakhir focus. Berat juga ya? Seberat muatan gerobak pasir yang
kudorong. Meski sepakat dengan penjelasan Pak Alex, dari pengalaman bisnis warnetku.
Setidaknya kita harus punya tiga modal. Pertama, pengalaman. Pengalaman
ini terkait soal kemampuan dan ilmu yang kita miliki. Ya lucu aja dong jadinya,
mau usaha kuliner, skill masak aja nggak punya. Boro-boro dapat pelanggan, yang
ada kena marah damprat orang. Lantaran masakannya nggak enak. Hhahahaaa.
Kedua, dana.
Pendanaan ini untuk modal awal bisnis yang kita eksekusi. Misalnya, untuk
pembelian bahan baku atau alat. Aneh dong, tukang cangkul tapi nggak punya
cangkul. Masa segala sesuatunya pinjem. Seperti nggak niat banget ya memulai
bisnis. Lantas, ada yang bertanya kalo dananya cekak gimana? Ya sesuain lah,
nggak mesti langsung beli. Sewa atau kredit dulu nggak apa-apa. Tapi, kedepannya
ya kita target, tahun depan harus lunas dan bisa beli alat tersebut misalnya.
Oke,
ini yang terakhir peluang. Peluang disini termasuk kesempatan dan pasar
ya. Meskipun modal ada dan pengalaman segudang, peluang belum ada. Waaaaaaah, konsep
bisnis terlalu susah untuk dieksekusi. Karena apa? Ya karena terlalu berat
beban muatan yang akan dibawa. Harus menciptakan pasarnya terlebih dahulu,
setelah pasar tercipta juga, belum tentu akan selaras dengan nilai tambah untuk
pengembangan bisnis yang telah dieksekusi.
Aku
contohkan kasus bisnis seperti budidaya jahe merah dan jamur tiram di Indramayu.
Itu namanya bloon. Bloon-nya dimana? Yang namanya jahe merah dan jamur tiram
itu bukan jenis tanaman yang cocok untuk daerah Indramayu yang bercuaca panas. Untuk
inovasi sih boleh dan sah-sah saja, tapi biaya yang dikeluarkan untuk membuka
kesempatan dan peluang pasarnya kan maha berat. Ketidakcocokan iklim bisa saja
diatasi dengan diterapkannya teknologi mutakhir rekayasa cuaca. Tapi, apa iya
mau? Mengeluarkan milyaran rupiah untuk suatu hal yang belum pasti.
Gambar 2. Bakso Bakar. Sumber : Kuswanto, 2015 |
Masih
mending asah aja kepekaan kita. Buka mata, beber telinga, cari peluang
bisnis yang ada di sekitar kita. Munculnya sebuah masalah akan melahirkan
kreativitas. Kreativitas itu menghadirkan keberanian. Bagi para
creativepreneur, keberanian untuk mengeksekusi idenya adalah kemutlakan.
Dia
menempuh jalan yang orang lain tidak tempuh. Mendaki keterjalan yang orang lain
enggan bahkan untuk mendekat. Tetapi, bagi orang-orang yang berani seperti itu,
memegang teguh prinsip bahwa ada ceruk pasar untuk sebuah permasalahan. Persis foto-foto diatas, bakso bakar dan mie ayam ceker. Ini lahir dari kreativitas pengusaha yang melihat ada ceruk pasar untuk kedua usaha kuliner tersebut.
Konsep bisnisnya kreatif, terlihat dari gerobaknya yang eye catching. Paduan warnanya menggugah orang lewat. Seakan ngomong, mampir dong kemari, cobain dulu! Meski secara jenis kuliner, tidak baru-baru juga sih. Setidaknya untuk ukuran wilayah disitu belum ada kok yang mengeksekusi jenis kuliner usaha ini. Eksekusi yang mantap.
Konsep bisnisnya kreatif, terlihat dari gerobaknya yang eye catching. Paduan warnanya menggugah orang lewat. Seakan ngomong, mampir dong kemari, cobain dulu! Meski secara jenis kuliner, tidak baru-baru juga sih. Setidaknya untuk ukuran wilayah disitu belum ada kok yang mengeksekusi jenis kuliner usaha ini. Eksekusi yang mantap.
***
Via
ulasan
Posting Komentar