Opini
Mengapa jadi Petani itu Miskin?
Benih Padi. Photo by Meneer Panqi, Januari 2016 |
Banyak
sekali teman, tetangga, dan terutama warga desa yang kaya. Mereka biasanya
memiliki lahan sawah antara 1-5 hektar. Kalo nilainya 500 juta/hektar, aset
mereka sudah milyaran. Setidaknya untuk yang punya 5 hektar, aset mereka
mencapai 2,5 milyar.
Rata-rata
memang segitu, untuk petani padi yang serius dengan profesinya. Kalo ada yang
sampai puluhan hektar, mereka bukan lagi kelompok petani biasa, tapi sudah
pengusaha padi. Biasanya kelompok ini sudah menguasai bisnis padi dari hulu ke
hilir.
Nah,
sekarang aku pengen ngomongin "petani miskin". Yang berada
dilapisan paling bawah dalam sistem ini. Aku ambil contoh petani miskin. Yaitu
buruh tani atau tukang tempur dengan modal minim. Tapi, mereka punya
relasi yang banyak sehingga mereka bisa bekerja dan menjual hasil padinya itu.
Anggap
saja, buruh tani bekerja menjadi karyawan pada juragannya. Setiap masa panen
dia sudah punya lahan untuk jadi penderep. Kita hitung rata-rata saja
penghasilannya dalam sehari. Biasanya, satu keluarga terdiri dari tiga orang
bisa menghasilkan "catu" satu kwintal gabah basah.
Jika
dikalikan dengan harga gabah basah sekitar Rp. 4500,-/kg, dalam sehari
penghasilan keluarga ini menjadi Rp. 450.000,-/bruto. Biasanya satu musim panen
di desa rata-rata sebulan. Penghasilan kotor dalam sebulan di musim panen,
sebuah keluarga bisa menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 13.500.000,-.
Fantastis ya!
Sedangkan,
untuk tukang tempur dengan modal minim. Tukang tempur ini biasanya
langsung membeli kepada petani. Anggap saja tukang tempur ini bisa melakukan
pembelian se-rit. Kapasitas se-rit mobil dump truck itu sekitar tujuh
ton padi.
Sistem
pembeliannya anggaplah terjadi kesepakatan pada harga Rp. 4.800/kg. Dalam satu
kali transaksi jumlah yang harus dibayarkan sebesar 7.000X4.800 = 33.600.000,-.
Jadi modal bergilir tukang tempur sebesar Rp. 40.000.000,-.
Kemudian
timbul pertanyaan, tukang tempur ini dapat untung darimana? Ia dapat untung
dari selisih yang didapat biasanya sebesar Rp. 25.000 - 50.000/kwintal. Kisaran
margin berada pada kisaran harga tersebut. Ini bukan riset, tapi pengalaman
sendiri, saat menjadi tukang tempur modal minim, 25 jt.
Jika
dikalikan 50.000X70, itu sebesar Rp. 3.500.000. Artinya dalam sehari jika bisa
transaksi se-rit, keuntungan yang didapat sebesar 3,5 jt. Fantastis bukan, ini
sehari loh! Bayangkan jika dibandingkan dengan gaji karyawan pabrik. 3,5 jt itu
sebulan.
Tapi,
jangan terbuai dulu. Anggaplah ini transaksi sukses. Sebab, kenyataan bisnis
tetap ada resiko. Itulah mengapa Islam melarang bunga dan riba, dan
menghalalkan jual-beli. Karena substansi riba itu tanpa resiko.
Apalagi
seorang tukang tempur, jika sudah dipercaya ia bisa berbisnis tanpa modal.
Gabah kering cukup ditimbang terlebih dahulu. Pembayarannya pake faktur, dengan
jatuh tempo misal seminggu. Inilah esensi yang sesungguhnya dalam berbisnis.
Modal itu sebenarnya nomer sekian. Sebab, banyak usaha kok tanpa modal. Cukup
bermodalkan modal nekat dan modal dengkul.
Aku
kira cukuplah sampai di sini saja dulu, tentang analisis mengapa petani itu
miskin? Makanya jangan heran karena miskin, tidak banyak pemuda di desa yang
ogah terjun menjadi petani. Lebih tertarik jadi TKI ke luar negeri!
***
Via
Opini
Posting Komentar