Tokoh
Biografi | Mimi Dadang Darniyah, Sinden Beken Tarling
Mimi Dadang Darniyah. Sumber : Arsip Dewan Kesenian Indramayu |
Pada
waktu itu sekitar tahun 1967, Dadang kecil seorang pemalas. Ia tidak mau
menjadi buruh tandur dan terjun ke sawah. Malah kesehariannya diisi dengan nembang-nembang saja, terutama tembang
kiseran.
Karena
hal inilah, ia sering dimarahi bapaknya. Lama-kelamaan ia tidak nyaman, hingga
akhirnya lebih memilih kabur dari rumah. Ia pun meninggalkan Desa Bogor, Sukra,
Indramayu.
Darah
seninya menggelora, saban hari tiada hari tanpa menyanyi. Tak lama ia bergabung
dengan grup tarling pimpinan Muin di Bangkir, Indramayu. Jika tidak ada
panggungan ia pun sesekali ikut dalam pagelaran wayang sebagai helper
sinden.
Kepiawaannya
semakin menonjol, kemampuannya semakin meningkat. Sunarto Marta Atmaja dari
Cirebon melihat bakatnya. Ia pun kemudian ditarik menjadi punggawanya. Dalam grup
tarling Nada Budaya pimpinan Kang Ato, Mimi Dadang dipercaya sebagai sinden dan peran “wadon” dalam drama tarling.
Kariernya
dalam tatar tarling semakin bersinar saat menjadi juara II Festival Tembang di
Kabupaten Cirebon pada tahun 1972. Juara I diraih oleh Carinih dari Lombang,
Indramayu. Karena hal itu, orderan manggung-nya semakin banyak. Dalam sebulan ia bisa
mendapatkan 45 andegan.
Karya-karya
Bersama
Sunarto Marta Atmadja, Mimi Dadang berhasil menelorkan lagu-lagu yang laris di
pasaran. Mimi Dadang termasuk sinden pertama yang berhasil masuk dapur rekaman.
Bahkan, Mimi Dariyah juga bisa masuk dapur rekaman atas rekomendasinya. Meskipun banyak lagu yang disukai, seperti seumpama-seumpami, berag tua, aja dumeh, dan lain-lain. Hanya satu album yang bisa masuk dapur rekaman. Yakni album ketemu maning.
Drama
tarling yang mempopulerkan namanya adalah koplak pindo. Sedangkan masterpiece
karyanya adalah gandrung kapilayu yang lebih dikenal dengan lakon Kang
Ato ayame ilang.
Pada
tahun 1974, terjadi konflik dalam grup tarling Nada Budaya. Ia kemudian
keluar dan bergabung dengan grup Uci Sanusi. Dalam grup ini ia bertemu dengan
Sutinih dan Aam Kaminah.
Bersama
Uci Sanusi, Mimi Dadang juga menelorkan karya drama tarling, lakon bayem
kakap. Ia berperan sebagai orang gila. Peran tersebut benar-benar berhasil
menyihir penonton. Mimi Dadang meski otodidak, ia berhasil memerankan peran tersebut, terlihat dari geger dan histerisnya penonton.
Bersama dengan Jayana, Mimi Dadang malah lebih produktif dalam tarling klasikan. Seperti album sunyaragi, klasik cirebonan dan kiser manunggal.
Dengan
ditangkapnya Uci Sanusi, maka bubarlah grup tersebut. Selanjutnya kebo mulih
kandang—pulang kampung. Di Desa Bogor Kecamatan Sukra Indramayu ia pun
mendirikan grup tarling “Endang Dharma” pada tahun 1979.
Ketika memiliki grup sendiri, Mimi Dadang juga berhasil membuat album. Seperti, klasik purbakala, goyang ronggeng dan jala sutra. Selain itu, Mimi Dadang juga pernah membuat album tayuban, kiser sapujagat bersama Aam Kaminah, dengan iringan Nirmala pimpinan Putra Sopandi pada tahun 1980.
Pada
tahun 1990 grup tarling Endang Dharma melakukan perubahan dalam tata panggung.
Meski awalnya hal ini dicemooh oleh penonton, namun tak dihiraukannya.
Malah
kemudian hal tesebut ditiru oleh grup tarling lainnya. Dengan adanya panggung
yang dipagari besi, punggawa grup tarling lebih aman. Terutama misal terjadi
tawuran atau ribut.
Sebagai
sinden beken, ia dianggap guru oleh seniman juniornya. Seringkali ia didatangi,
ditimba ilmu-ilmu tarling dan kesindenannya. Misalnya, Ipang Supendi, Pepen
Effendi, Inah Carminah, Nengsih, Eti Karsiti, dan Udin Zaen.
Puncak
keemasan grup tarling Endang Dharma adalah pada tahun 1990-an. Pada saat itu
order manggung-nya pernah mencapai 245 panggungan dalam setahun. Tidak hanya di
Indramayu, bahkan hingga luar kota. Seperti, Cirebon, Brebes, Tegal,
Pekalongan, Jakarta, dan Lampung.
Keluarga
Kehidupan
pribadinya ternyata tak secemerlang kariernya, Mimi Dadang pernah tiga kali
bercerai. Pernikahan pertamanya dengan Carsana pada tahun 1966 harus kandas bersamaan berdirinya grup tarling Endang Dharma yang dibesutnya, pada tahun 1979. Ia
dituduh sebagai dalang perampokan yang terjadi di rumahnya.
Meski
akhirnya ia keluar dan lepas dari tuduhan tersebut, kariernya terjun payung. Ia
berada dalam titik nol lagi. Ia pun memulai karier lagi sebagai sinden wayang.
Ketika di-tanggap di Cirebon, ada yang curi-curi pandang kepadanya.
Mengetahui
bahwa ia seorang janda, kesempatan ini tak disia-siakan orang Cirebon tersebut.
Kemudian merekapun menikah, namun sayang pernikahannya tak berlangsung lama,
hanya delapan bulan. Ada yang bilang bahwa itu namanya jodo tamba atau jodo
ampiran.
Fans-fans
Mimi Dadang ternyata tidak sedikit. Sebagai sinden beken yang suaranya merdu,
Mimi Dadang juga punya pesona yang luar biasa sebagai perempuan. Itulah yang
terjadi pada Solikhin, pemuda Teluk Agung, Indramayu.
Solikhin
tidak hanya kagum pada suaranya, ia pun menaruh asmara pada Mimi Dadang.
Benih-benih cintanya semakin lama semakin besar. Pucuk dicinta ulampun tiba,
Mimi Dadang juga menaruh perasaan yang sama. Mereka pun kemudian melangsungkan
pernikahan.
Tak
berselang lama, tahun 1984 suaminya mencalonkan diri sebagai kuwu. Dewi fortuna
berpihak pada Solikhin, ia pun keluar sebagai pemenangnya. Hingga sekarang Mimi Dadang menetap di Teluk Agung.
***
Sumber :
Kasim, Supali. 2015. Sugra Perintis Seni Tarling dan Maestro-maestro Seni Budaya Lainnya. Dewan Kesenian Indramayu : Yogyakarta.
Via
Tokoh
Posting Komentar