Opini
Ilmu dari Tukang Parkir
Kemaren
malam, ketika belanja kertas di Toko Memori. Ada pelajaran berharga dari tukang
parkir di depan toko tersebut.
Sambil
duduk manis menunggu pesanan kertasku yang sedang dipotong. Kubuka tutup air
mineral, tenggorokan ini terasa kering. Serasa butuh siraman tegukan segar.
Tak
lupa, dalam kebetean itu. Rokok putih
adalah teman paling diandalkan dalam kebuntuan. Cekress, buuueeel. Kunyalakan. Aku Hirup lama dan panjang sekali.
Lantas
kukeluarkan perlahan. Memang, aku akui inilah penyebab mengapa tiap orang susah
lepas dari kebiasaan buruk merokok. Sambil mengeluarkan asap perlahan, saban
perokok menggunakan momentum itu untuk arena berpikir.
Dari
mulai lilitan hutang, rencana-rencana, merenung, atau hanya sekedar teman dalam kebetean. Bahkan, banyak menjadikan moment
ini untuk mencari ide-ide segar dalam kebuntuan kreativitas.
Dalam
posisi enjoy begini, matapun larak-lirik
nggak keruan. Pandang sana pandang sini. Dilalahi,
nggak ada mamah muda dan janda yang rambutnya basah sedang lewat. Pandangan di
depan mata cuma satu.
Ya,
hanya pemandangan tukang parkir yang sedang menjaga motor-motornya. Jumlah
motor yang dimiliki sang tukang parkir, tak kalah dengan dealer motor. Jumlah
tidak satuan, bisa belasan bahkan puluhan. Mau tak mau, ya sudah dipandangi
saja.
Pandang
terus dipandang sampai bosan, itu si tukang parkir yang bibirnya selalu senyum mengembang.
Dikarenakan, berulangkali adegannya sama.
Motor
datang, masuk parkir, taruh helm, motor dirapikan, pemilik masuk toko, motor
dijaga, diamankan sebaik mungkin. Lalu, datang si pemiliknya sehabis belanja.
Motorpun dibawa, si tukang parkir dapat senyuman dan seperak rupiah. Begitu
saja, berulang-ulang.
Melihat
pemandangan seperti itu, akalku pun berpikir. Aku merenung panjang. Ternyata,
ada hikmah pelajaran yang luar biasa dari aktivitas biasa tukang parkir.
Kita
seharusnya belajar banyak pada tukang parkir. Ya, belajar jiwa tanggung
jawabnya, terutama belajar tentang keikhlasannya. Esensi hikmahnya bahwa hidup
ini cuma sederma. Hidup ini hanya
titipan. Semua nanti akan diminta kembali oleh pemiliknya.
Kita
nggak usah sombong, kita nggak usah pamer. Tukang parkir tahu, motor-motor dan
mobil yang sekarang ada ditangannya hanya titipan.
Tak
ubahnya hidup ini. Kita lahir tak membawa apa-apa, pulangpun tak akan ada yang
dibawa. Harta, jabatan, istri/suami, anak dan semua aksesoris dunia. Esensinya
hanya dititipan.
Pemiliknya
begitu mudah memintanya kembali. Kita dijejali ribuan kabar saban hari. Dalam
hitungan detik, bisa berubah. Pengusaha bangkrut hanya gara-gara ditipu atau
hartanya digarong.
Istri
cantik, anak-anak dan orangtua kita meninggalkan begitu saja tanpa pamit. Ada
yang karena penyakit atau kecelakaan. Semuanya diluar kuasa kita, tanpa bisa
berkompromi duluan.
Begitupun
jabatan yang sedang menjungjung derajat kita. Allah dengan mudah melepasnya.
Hanya sedikit yang diturunkan secara hormat, yang terbanyak adalah dihinakan
derajatnya.
Lantas,
sudah sepantasnya dan kewajiban kita mencontoh tukang parkir. Ia dengan sepenuh
hati menjaga sebaik-baiknya apa yang sudah dititipkan padanya. Sebab, ia tak
tahu kapan pemiliknya akan datang memintanya kembali.
Tembung
pamungkas, dari tukang parkir tersebut aku diajari untuk bisa bertanggung jawab
sekecil apapun tugas dan pekerjaan kita. Ikhlas dan penuh kerelaan dalam
menjalankan tugas-tugas. Sebab, hidup ini hanya titipan yang akan diminta
kembali nanti.
Alhamdulillah,
hai tukang parkir terimakasih ilmunya!
***
Meneer Panqi
Penulis,
pemerhati budaya dan konsultan media kreatif.
Via
Opini
Posting Komentar