esai
Setahun Jadi Guru (bag. 1)
Credit to www.instagram.com/dind.rizma/ |
Tape dudu sembarang tape,
kien tape sing Sukaratu.
ketemu maning lan MP,
assalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Itulah
sapaan pertama kali yang aku ucapkan seusai murid-murid selesai membaca do'a.
Memang sengaja pantun ini kubuat untuk mengakali antusiasme murid-muridku.
Biarkan
aku cerita sedikit, murid-murid baruku pada tahun ajaran ini memiliki karakter
berbeda dengan tahun kemaren. Bila tahun kemaren low profile, sekarang high
profile. Bila dulu gampang diatur, sekarang butuh ekstra penanganan.
Daya
kreativitas guru dituntut untuk lebih kreatif menangani karakter murid seperti
ini. Bukan nakal, tapi haus perhatian. Murid-murid selalu bikin ulah untuk cari
perhatian, bukan satu orang tapi ada beberapa orang. Mereka inilah biang
kegaduhan di kelas.
Hal
ini, sebenarnya umum. Usia anak-anak kelas IV SD memang hyper active. Ada saja
tingkah-tingkahnya. Yang ini sedang menggambar di meja, yang ini sedang
ngobrol, yang itu sedang ngupil. Bahkan, ada juga yang sedang larak-lirik murid
perempuan yang paling cantik di kelas. Ampuuuuun repotnya!
Sebagai
guru, yang tugasnya adalah fasilitator, maka aku sengaja memancing antusiasme
mereka dengan menceritakan cerita atau berpantun seperti diatas. Bagaimana
mengundang perhatian mereka supaya tertarik dengan materi yang akan diberikan?
Hasilnya,
lumayan memuaskan. Kegaduhan di kelas berkurang. Antusiasme mereka tumbuh
sesuai apa yang aku harapkan. Permasalahannya bukan selesai malah bertambah.
Diberi pantun, masa satu sesi mata pelajaran maunya berpantun terus. Capek
dong! Capek mikirnya.
Aku
geleng kepala. Otakku diputar untuk membuat belasan pantun. Aduuuuhhhh,
ampuuuuuun! Ini anak. Jadi, ada benarnya guru kencing berdiri, muridnya kencing
nungging. Pusing pala berbie, kata abege jaman sekarang!
Diberi
satu cerita, masa satu sesi mata pelajaran! Inginnya dongeng melulu. Waaaaaaaaaahh
berat dong! Tenggorokanku bisa serak jadinya. Otak diputer lagi. Diputer lagi.
Bagaimana menyiasatinya?
Besoknya,
dalam diam aku merenung panjang. Flashback semasa menjadi murid. Cling, aku
sadar. Dulu, aku juga bandel. Suka ngerjain guru. Aku pernah bolos, sering
nggak ngerjain PR, di dalam kelas tidur. Bahkan pernah ngerjain guru,
sampai-sampai aku pernah dikeluarin dari kelas.
Dari
dikurangin nilai, tidak bisa ikut ujian gara-gara kebanyakn bolos, dihukum dan
disetrap. Bahkan, saking bandelnya beasiswa prestasiku mau dicabut. Titik balik
itulah yang mengubahku. Lalu, berubah menjadi superman. Hahahaha. Jadi, murid
yang selalu bermuka manis.
***
Meneer
Panqi
Penulis,
pemerhati budaya dan konsultan media kreatif.
Via
esai
Posting Komentar