Sejarah
Namun, jika cerita-cerita ini aku baca kembali. Sejak SMA hingga sekarang. Dimana daya nalar dan daya pikir sudah berkembang. Membaca kisah heroik seperti ini, berubah menjadi kisah satire yang mengkritisi keadaan pada zaman kerajaan itu.
Kerajaan di Jawa selalu penuh dengan kisah-kisah sayambara, proses instan, dan perebutan kekuasaan. Dan lucunya, selalu dimunculkan tokoh perempuan yang cantik. Tokoh ini selalu jadi rebutan.
Kisah-kisahnya picik dan licik, segala sesuatu dihalalkan. Meskipun hal itu melanggar norma agama. So, jangan heran jika sekarang kita minim pemimpin, penguasa dan pejabat yang bisa memberikan teladan.
Bukan sekedar teori dan praktek yang terbukti menyejahterakan. Meski sudah baldatun toyyibatun, tapi belum warabbun ghofur. Tercapai apa itu gemah ripah, tapi kan belum loh jinawi.
Kepemimpinan kita baru sebatas kebutuhan lahir. Berupa kesejahteraan, belum menyentuh sisi batin. Dimana keteladanan menjadi sikap yang ditunjukkan sehari-hari.
Lebih membesarkan gengsi, bukan membesarkan rasa malu. Lebih suka menunjukkan teladan pertengkaran, daripada teladan akhlak tata moral.
**
Judul Naskah : Jaransari
Pemilik : Raswa,
Ds. Bunder, Kec. Kedokan Buder, Kab. Indramayu
Ukuran Naskah : 22 cm x 17,5 cm
Jenis kertas : Kertas Eropah
Tema : Babad
oleh Ki Tarka Hanacarakajawa
Kandungan Isi Teks :
Dalam sebuah sayembara Raja Amangkurat, dimana bagi siapa saja yang dapat mengambil kembali putrinya yang telah dicuri oleh Lembu Andana-Lembu Andini penghuni Taman Tasikharja, maka ia akan dikawinkan dengan sang putri dan diangkat menjadi Prabu Anom Majapahit.
Syahdan tiada yang mampu menandingi kesaktian penghuni taman itu, maka majulah Jaransari Jaran Purnama untuk mengadu nasib. Kedua Kakak Beradik itu saling bekerjasama, sang adik Jaransari dengan berbekal Keris Pusaka Si Gagak anugrah dari Patih Gajah Mada menyelam ke dasar taman sedang kakaknya menunggu di tepi danau.
Jaransari berhasil mengambil putri dan buru-buru diserahkan kepada kakaknya yang berada di tepi danau. Jaransari berhasil mengambil putri dan buru-buru diserahkan kepada Kakaknya yang berada di tepi taman itu, kemudian ia menyelam lagi untuk berusaha mengalahkan kedua lembu tersebut.
***
Kisah Satire dalam Babad Jaransari Jaranpurnama
Membaca cerita-cerita heroik dan ksatria seperti kisah ini, saat masih SD-SMP kesan yang didapat hanya cerita yang seru, rameh, dan orang-orang hebat. Simpulannya, hanya tentang orang jahat akan dikalahkan oleh orang yang benar.
Namun, jika cerita-cerita ini aku baca kembali. Sejak SMA hingga sekarang. Dimana daya nalar dan daya pikir sudah berkembang. Membaca kisah heroik seperti ini, berubah menjadi kisah satire yang mengkritisi keadaan pada zaman kerajaan itu.
Kerajaan di Jawa selalu penuh dengan kisah-kisah sayambara, proses instan, dan perebutan kekuasaan. Dan lucunya, selalu dimunculkan tokoh perempuan yang cantik. Tokoh ini selalu jadi rebutan.
Kisah-kisahnya picik dan licik, segala sesuatu dihalalkan. Meskipun hal itu melanggar norma agama. So, jangan heran jika sekarang kita minim pemimpin, penguasa dan pejabat yang bisa memberikan teladan.
Bukan sekedar teori dan praktek yang terbukti menyejahterakan. Meski sudah baldatun toyyibatun, tapi belum warabbun ghofur. Tercapai apa itu gemah ripah, tapi kan belum loh jinawi.
Kepemimpinan kita baru sebatas kebutuhan lahir. Berupa kesejahteraan, belum menyentuh sisi batin. Dimana keteladanan menjadi sikap yang ditunjukkan sehari-hari.
Lebih membesarkan gengsi, bukan membesarkan rasa malu. Lebih suka menunjukkan teladan pertengkaran, daripada teladan akhlak tata moral.
**
Judul Naskah : Jaransari
Pemilik : Raswa,
Ds. Bunder, Kec. Kedokan Buder, Kab. Indramayu
Ukuran Naskah : 22 cm x 17,5 cm
Jenis kertas : Kertas Eropah
Tema : Babad
oleh Ki Tarka Hanacarakajawa
Kandungan Isi Teks :
Dalam sebuah sayembara Raja Amangkurat, dimana bagi siapa saja yang dapat mengambil kembali putrinya yang telah dicuri oleh Lembu Andana-Lembu Andini penghuni Taman Tasikharja, maka ia akan dikawinkan dengan sang putri dan diangkat menjadi Prabu Anom Majapahit.
Syahdan tiada yang mampu menandingi kesaktian penghuni taman itu, maka majulah Jaransari Jaran Purnama untuk mengadu nasib. Kedua Kakak Beradik itu saling bekerjasama, sang adik Jaransari dengan berbekal Keris Pusaka Si Gagak anugrah dari Patih Gajah Mada menyelam ke dasar taman sedang kakaknya menunggu di tepi danau.
Jaransari berhasil mengambil putri dan buru-buru diserahkan kepada kakaknya yang berada di tepi danau. Jaransari berhasil mengambil putri dan buru-buru diserahkan kepada Kakaknya yang berada di tepi taman itu, kemudian ia menyelam lagi untuk berusaha mengalahkan kedua lembu tersebut.
***
Via
Sejarah
Posting Komentar