Branding
Proses Kreatif
Namanya Tarmudi, namun aku biasa memanggilnya dengan sebutan “mud”. Dia sahabatku dari Desa Kertawinangun, Kandanghaur. Jika ngomong ya khas banget logat ‘dermayon-nya’. Setelah selesai kuliah hukum ia pulang kampung, aktivitasnya sekarang menjadi Direktur LBH Indramayu. Kami lama tak jumpa, perjumpaan terakhir dengannya tahun 2007.
Dari namanya, bisa ditebak sahabatku ini dermayon tulen. Jadi, jangan heran kalo ngomong ya ‘tosblong’ banget. Tidak pake rem, blak-blakan aja. Sejak kecil ia mengidolakan tokoh wayang ‘Jagal Abi Lawa’, yakni nama muda Raden Bima. Saking gandrung-nya dengan Jagal Abi Lawa, kepribadiannya pun nggak beda dengan tokoh Raden Bima. Kalo ngomong ya kasar, keras, apa adanya, dan nggak mau bohong.
Lucunya, meski kepribadian mirip dengan Raden Bima. Tapi, badannya kecil. Jauh banget dengan Raden Bima yang tinggi dan gagah perkasa. Tarmudi ini pendek, dari penampilannya nggak meyakinkan banget. Hahhahaa. Itu satu-satunya kekurangan yang dimiliki. Kalo urusan ilmu hukum dan ngomong, wah jangan tanya. Siapapun bakal ciut nyalinya saat berbantai argumen?
Karena lama nggak jumpa, kami pun melepas kangen. Ngobrol ngalor-ngidul nggak jelas. Kopi item terasa gurih pada saat menemani obrolan kami. Sudah dua gelas kami habiskan. Obrolan mengalir begitu aja. Tanpa beban.
Suatu hari, Tarmudi mengunjungiku lagi dan berkata. “Neer, aku butuh bantuanmu, begini dan begitu!”.
“Oh, silahkan. Siap mud”.
Kemudian aku bantu Tarmudi, membuatkan segala kebutuhan lembaganya. Dia tertarik untuk mengembangkan grand design brand LBH Indramayu yang baru saja ia dirikan. Dia setuju, untuk mengenalkan lembaga baru itu butuh perencanaan konsep brand yang benar. Semua kebutuhannya selesai kubuat. Lalu, pada suatu hari kami bertemu kembali.
“Neer,” Tarmudi memulai pembicaraan.
“Ya mud?”
“Wis beres?”
“Beres. Kien CP, BC, lan kien konsep brandinge”
“Oiya mud, reang kan bli ngerti-ngerti temen ning aran hukum, apa sing gawe sira ketarik ning bidang kien?”
“Neer, praktik budaya hukum ning Indonesia kan gawe ngelus dada. Wong darkum, sing sadar hukum kan masih setitik pisan. Lamon hukum karma ya ngerti kabeh”.
“Hahahahhaa, aduuuuuh rainira kih yen ngomong”.
“Ya, makane gawe LBH kien kanggo bantu rakyat. Utamane wong mlarat sing kesangkut hukum. Padahal secara konstitusi negara mengatur hak-hak rakyatnya untuk mendapatkan bantuan di depan hukum. Dadi, sebeline ilmu reang bisa manfaat kanggo menusa sejene”.
Aku langsung tertegun mendengar jawabannya. Kagum dengan segala impiannya. Berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk sesama makhluk-Nya. Hidup harus meninggalkan karya. Rumput saja bermanfaat untuk hewan ternak, ternak pun bermanfaat untuk manusia. Manusia ya harus bermanfaat untuk manusia lainnya.
Astaghfirulah! Aku seperti ditampar. Sudah kaya, lalu untuk apa? Sudah terkenal, lalu setelahnya apa? Hanya sampe disitukah? Kok terlalu mentingin diri banget. Aku lama merenung. Selepas pertemuan itu hatiku gelisah. Pikiranku hanya berputar-putar tentang itu melulu. Semakin sering memikirkan, kagumku makin bertambah.
Tuhan memang luar biasa, nama yang kedenger kampung banget ‘Tarmudi’ namun impiannya mulia sekali. Tubuhnya yang kecil, yang jauh banget dari kata gagah, ternyata tak sekecil impiannya. Allah menegurku setelah itu, membukakan mataku lebar-lebar. Aku yang selalu gumede dan gumagus nggak ada artinya apa-apa dibandingkan dengan Tarmudi.
Diri yang merasa kreatif dan hebat ini belum menghasilkan apa-apa yang berarti untuk sesama. Namun tak kuduga, seorang Tarmudi sudah mendirikan lembaga nirlaba. Bayangkan untuk administrasi saja, pendirian sebuah LBH, biayanya nggak sedikit. Tapi, ia yakin rejeki akan datang dari pintu lainnya. LBH ini hanya untuk membantu mereka saja yang membutuhkan. Nirlaba.
Setiap orang memang punya kompetensi dan mimpi-mimpi sendiri. Sahabatku salah satunya, ia bermimpi besar. Ia ingin menunjukkan kepada dunia, bahwa generasi muda Indramayu bukan generasi kelas dua yang nggak berani mimpi besar.
Aku berdoa sama Allah semoga tulisan ini banyak dibaca orang Indramayu lalu dibagikan. Barangkali ada sedulur batur di Indramayu yang sedang membutuhkan bantuan hukum, bisa menghubungi sahabatku. Ia siap sedia membantu, bahkan berjanji padaku jika orang nggak mampu malah gratis.
Dari pertemuan itu, sahabatku sendiri telah menamparku.
***
Aku ditampar Sahabatku
Logo LBH Indramayu, 2016. |
Dari namanya, bisa ditebak sahabatku ini dermayon tulen. Jadi, jangan heran kalo ngomong ya ‘tosblong’ banget. Tidak pake rem, blak-blakan aja. Sejak kecil ia mengidolakan tokoh wayang ‘Jagal Abi Lawa’, yakni nama muda Raden Bima. Saking gandrung-nya dengan Jagal Abi Lawa, kepribadiannya pun nggak beda dengan tokoh Raden Bima. Kalo ngomong ya kasar, keras, apa adanya, dan nggak mau bohong.
Lucunya, meski kepribadian mirip dengan Raden Bima. Tapi, badannya kecil. Jauh banget dengan Raden Bima yang tinggi dan gagah perkasa. Tarmudi ini pendek, dari penampilannya nggak meyakinkan banget. Hahhahaa. Itu satu-satunya kekurangan yang dimiliki. Kalo urusan ilmu hukum dan ngomong, wah jangan tanya. Siapapun bakal ciut nyalinya saat berbantai argumen?
Karena lama nggak jumpa, kami pun melepas kangen. Ngobrol ngalor-ngidul nggak jelas. Kopi item terasa gurih pada saat menemani obrolan kami. Sudah dua gelas kami habiskan. Obrolan mengalir begitu aja. Tanpa beban.
Suatu hari, Tarmudi mengunjungiku lagi dan berkata. “Neer, aku butuh bantuanmu, begini dan begitu!”.
“Oh, silahkan. Siap mud”.
Kemudian aku bantu Tarmudi, membuatkan segala kebutuhan lembaganya. Dia tertarik untuk mengembangkan grand design brand LBH Indramayu yang baru saja ia dirikan. Dia setuju, untuk mengenalkan lembaga baru itu butuh perencanaan konsep brand yang benar. Semua kebutuhannya selesai kubuat. Lalu, pada suatu hari kami bertemu kembali.
“Neer,” Tarmudi memulai pembicaraan.
“Ya mud?”
“Wis beres?”
“Beres. Kien CP, BC, lan kien konsep brandinge”
“Oiya mud, reang kan bli ngerti-ngerti temen ning aran hukum, apa sing gawe sira ketarik ning bidang kien?”
“Neer, praktik budaya hukum ning Indonesia kan gawe ngelus dada. Wong darkum, sing sadar hukum kan masih setitik pisan. Lamon hukum karma ya ngerti kabeh”.
“Hahahahhaa, aduuuuuh rainira kih yen ngomong”.
“Ya, makane gawe LBH kien kanggo bantu rakyat. Utamane wong mlarat sing kesangkut hukum. Padahal secara konstitusi negara mengatur hak-hak rakyatnya untuk mendapatkan bantuan di depan hukum. Dadi, sebeline ilmu reang bisa manfaat kanggo menusa sejene”.
Aku langsung tertegun mendengar jawabannya. Kagum dengan segala impiannya. Berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk sesama makhluk-Nya. Hidup harus meninggalkan karya. Rumput saja bermanfaat untuk hewan ternak, ternak pun bermanfaat untuk manusia. Manusia ya harus bermanfaat untuk manusia lainnya.
Astaghfirulah! Aku seperti ditampar. Sudah kaya, lalu untuk apa? Sudah terkenal, lalu setelahnya apa? Hanya sampe disitukah? Kok terlalu mentingin diri banget. Aku lama merenung. Selepas pertemuan itu hatiku gelisah. Pikiranku hanya berputar-putar tentang itu melulu. Semakin sering memikirkan, kagumku makin bertambah.
Tuhan memang luar biasa, nama yang kedenger kampung banget ‘Tarmudi’ namun impiannya mulia sekali. Tubuhnya yang kecil, yang jauh banget dari kata gagah, ternyata tak sekecil impiannya. Allah menegurku setelah itu, membukakan mataku lebar-lebar. Aku yang selalu gumede dan gumagus nggak ada artinya apa-apa dibandingkan dengan Tarmudi.
Diri yang merasa kreatif dan hebat ini belum menghasilkan apa-apa yang berarti untuk sesama. Namun tak kuduga, seorang Tarmudi sudah mendirikan lembaga nirlaba. Bayangkan untuk administrasi saja, pendirian sebuah LBH, biayanya nggak sedikit. Tapi, ia yakin rejeki akan datang dari pintu lainnya. LBH ini hanya untuk membantu mereka saja yang membutuhkan. Nirlaba.
Setiap orang memang punya kompetensi dan mimpi-mimpi sendiri. Sahabatku salah satunya, ia bermimpi besar. Ia ingin menunjukkan kepada dunia, bahwa generasi muda Indramayu bukan generasi kelas dua yang nggak berani mimpi besar.
Aku berdoa sama Allah semoga tulisan ini banyak dibaca orang Indramayu lalu dibagikan. Barangkali ada sedulur batur di Indramayu yang sedang membutuhkan bantuan hukum, bisa menghubungi sahabatku. Ia siap sedia membantu, bahkan berjanji padaku jika orang nggak mampu malah gratis.
Dari pertemuan itu, sahabatku sendiri telah menamparku.
***
Via
Branding
Posting Komentar