esai
Tulisan ini
adalah pengalaman pribadi penulis dengan pendekatan hukum adat tak tertulis.
Selama proses menuju pernikahan, mungkin setiap orang akan berbeda.
Pranata Perkawinan Indramayu [1]
Acara "nari"/Foto : Duranto Wao |
Pernikahan
mengikat tanpa terkecuali, tidak hanya pada sepasang pengantin saja, tapi juga
pada orang tua dan kerabat-kerabat yang berkepentingan.
Ikut campur
tangan-nya para kerabat dianggap penting dilakukan pada masa-masa awal, di mana
pernikahan dibentuk ketika pasangan tersebut tidak cakap untuk membuat pilihan
yang hati-hati dan bijaksana.
Masa turut
campur pinangan dari teman-teman sang pria kepada orang tua atau wali dari sang
gadis untuk perjodohan mereka disebut dengan istilah "tetakon" (bertanya tentang). Lalu, ketika izin dari
orang tua sudah didapat disebut dengan "nari"
(permohonan).
Menurut
kebiasaan sejak dulu, setelah melangkah sedemikian jauh, hadiah yang terdiri
dari berbagai macam barang berharga yang disebut "tetalen", akan dikirim berbarengan oleh keluarga calon pengantin pria atau utusan
pengantin pria kepada calon pengantin wanita.
Penerimaannya
menandakan bahwa ia setuju untuk melangkah lebih jauh, setuju untuk terikat
kontrak pernikahan. Jika sang pria enggan untuk lanjutkan pertunangan mereka,
calon pengantin pria mengiklaskan kepada tunangannya hadiah di muka tersebut.
Sementara di
sisi lain, jika halangan untuk melanjutkan pertunangan berasal dari pihak
wanita, maka sang wanita harus mengembalikan semua hadiah tersebut. Sanksi
semacam ini disebut juga sebagai "perkudung".
***
Via
esai
Posting Komentar