Desa
Sejarah
Pada jaman penjajahan Belanda, Regenschaft van Indramajoe titik utama pembangunannya adalah menjadikan sentra perdagangan di wilayah Resident Cirebon. Infrastruktur jalan darat masih sedikit untuk Indramayu, apalagi Indramayu memiliki sebuah pelabuhan yang cukup besar, Bandar Cimanuk.
Indramayu dahulu kala merupakan pusat perdagangan Belanda, sepanjang tepian Sungai Cimanuk dari desa Bojongsari sampai Pabean Ilir sekarang ini banyak dibangun gudang-gudang untuk penyimpanan hasil agraria (pertanian).
Contohnya gudang Hapsen I di desa Karanganyar tempatnya di Jalan Cimanuk, gudang Hapsen 2 di desa Sindang, tempatnya di jalan Murah Nara yang sekarang ini sudah di jadikan perumahan.
Indramayu pada jaman penjajahan Belanda merupakan pusat perdagangan hasil agraria antara Belanda dengan orang-orang Tionghoa (china) dan Arab, hal ini masih bisa dilihat bahwa di Indramayu ada Kampung Arab dan pecinan.
Banyak kapal-kapal dagang yang keluar masuk ke Bandar Cimanuk, untuk kontrol atau pemeriksaan kapal-kapal yang keluar masuk tersebut maka dibangunlah tempat bayar pajak surat-surat kapal atau disebut Kepabeanan.
Tempat pemeriksaan surat-surat kapal tersebut di bangun di dua tempat yaitu:
Untuk di ketahui sungai cimanuk yang sekrang ini, dahulu kala alur sungainya tidak demikian, tapi berbelok pas di blok Tambangan Brondong itu ke kiri (alurnya pabean udik, pasekan, karanganyar ilir, totoran, sampai ke blok teluk pabean ilir)
Nah, tempat pembayaran bea pajak surat-surat kapal ini akhirnya menjadi desa Pabean. Dalam peta Belanda tahun 1906 disebutkan nama desa Pabean Gede. Sekarang, malah hilang.
Selain tempat pembayaran bea pajak kapal, ada juga tempat pemeriksaan kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan. Nah, pengurusan ijin dan persuratan ini disebut kegirikan. Macam-macam girik ini banyak. Dalam hukum Belanda dikenal istilah ‘verbonding’, misalnya girik, kitir, pipil, petok dan lainnya.
Surat-surat tersebut bukanlah merupakan bukti kepemilikan hak, namun sebatas bukti pembayaran pajak dan ijin berlabuh dan berlayar. Nah, tempat pemeriksaan kapal, perijinan dan pengeluaran surat-suratnya kemudian disebut desa Pagirikan.
***
Meneer Pangky, Sekjen Sanggar Aksara Jawa Indramayu dan Pemerhati Budaya. Disampaikan pada acara Midang Bengi Edisi 8 Februari 2017 di Desa Pagirikan.
Asal-usul Desa Pagirikan
Indramayu dahulu kala merupakan pusat perdagangan Belanda, sepanjang tepian Sungai Cimanuk dari desa Bojongsari sampai Pabean Ilir sekarang ini banyak dibangun gudang-gudang untuk penyimpanan hasil agraria (pertanian).
Contohnya gudang Hapsen I di desa Karanganyar tempatnya di Jalan Cimanuk, gudang Hapsen 2 di desa Sindang, tempatnya di jalan Murah Nara yang sekarang ini sudah di jadikan perumahan.
Indramayu pada jaman penjajahan Belanda merupakan pusat perdagangan hasil agraria antara Belanda dengan orang-orang Tionghoa (china) dan Arab, hal ini masih bisa dilihat bahwa di Indramayu ada Kampung Arab dan pecinan.
Banyak kapal-kapal dagang yang keluar masuk ke Bandar Cimanuk, untuk kontrol atau pemeriksaan kapal-kapal yang keluar masuk tersebut maka dibangunlah tempat bayar pajak surat-surat kapal atau disebut Kepabeanan.
Tempat pemeriksaan surat-surat kapal tersebut di bangun di dua tempat yaitu:
- Tempat pemeriksaan untuk kapal-kapal dagang yang masuk, lokasinya di blok teluk desa Pabean Ilir yang sekarang ini.
- Tempat pemeriksaan untuk kapal-kapal dagang yang keluar, lokasinya di blok Anjun desa Pabean Udik yang sekarang ini.
Untuk di ketahui sungai cimanuk yang sekrang ini, dahulu kala alur sungainya tidak demikian, tapi berbelok pas di blok Tambangan Brondong itu ke kiri (alurnya pabean udik, pasekan, karanganyar ilir, totoran, sampai ke blok teluk pabean ilir)
Nah, tempat pembayaran bea pajak surat-surat kapal ini akhirnya menjadi desa Pabean. Dalam peta Belanda tahun 1906 disebutkan nama desa Pabean Gede. Sekarang, malah hilang.
Selain tempat pembayaran bea pajak kapal, ada juga tempat pemeriksaan kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan. Nah, pengurusan ijin dan persuratan ini disebut kegirikan. Macam-macam girik ini banyak. Dalam hukum Belanda dikenal istilah ‘verbonding’, misalnya girik, kitir, pipil, petok dan lainnya.
Surat-surat tersebut bukanlah merupakan bukti kepemilikan hak, namun sebatas bukti pembayaran pajak dan ijin berlabuh dan berlayar. Nah, tempat pemeriksaan kapal, perijinan dan pengeluaran surat-suratnya kemudian disebut desa Pagirikan.
***
Meneer Pangky, Sekjen Sanggar Aksara Jawa Indramayu dan Pemerhati Budaya. Disampaikan pada acara Midang Bengi Edisi 8 Februari 2017 di Desa Pagirikan.
Via
Desa
Posting Komentar