Opini
Berikut opini dari Guru saya, Prof. Hariyono Soeparto tentang pandangannya dengan kapitalisme dan sosialisme, yang mana menjadi dua mazhab ekonomi paling banyak pengikutnya di dunia. Saya suka dengan analisa-analisa ekonominya, karena memang beliau adalah seorang ekonom.
Kalau saya membaca karya-karya ilmiah Adam Smith dan Karl Marx, saya kagum karena kehebatan mereka membawa dunia bergerak ke arah kiri maupun ke arah kanan. Dampak revolusi industri pun dengan penemuan teknologi baru yang terjadi pada abad ke-19 juga sangat dikendalikan oleh kedua tokoh dunia tersebut dalam perjalanan waktunya.
Masing-masing mempunyai pengikut setia, masing-masing mempertahankan sikap mereka dengan gigih baik yang merupakan peperangan intelektual maupun peperangan fisik. Pengikut Adam Smith menekankan pada perkembangan ekonomi dalam suasana demokratis dan perdagangan bebas, laissez-faire laisse-passer sedangkan lawannya menghendaki perencanaan terpusat. Demokrasipun adalah demokrasi terpusat.
Kubu Adam Smith berpendirian bahwa sikap mereka adalah untuk menuju pada bangsa yang sejahtera seperti yang dinyatakan dalam buku The Wealth Of Nations yang ditulis oleh Adam Smith. Kubu lawannya menyatakan sebaliknya bahwa mazhab Adam Smith membawa orang kaya semakin menjadi kaya, sedangkan orang miskin makin menjadi miskin.
Revolusi industri hanya memperkaya orang kaya dan memiskinkan orang miskin. Mereka menjadi lebih kaya karena “hasil kerja” kaum buruh, namun hasil kerja ini tidak dibayar sepantasnya kepada kaum buruh, namun merupakan keuntungan yang berlebih yang tidak dikembalikan kepada kaum buruh tetapi dipakai oleh para majikan untuk memperbanyak barang modal (kapital) mereka.
Kekayaan yang berlebih ini harus dikembalikan kepada kaum buruh. Kalau tidak dikembalikan akan diminta secara paksa. Maka timbullah banyak revolusi yang terjadi di Eropa pada abad ke-19 dengan puncak Revolusi Bolshevic di Rusia pada tahun 1917 sehingga tumbanglah kekuasaan Tzar Nicolas II sekaligus lenyaplah jiwa raja dengan seluruh keluarganya.
Revolusi di luar Rusia berjalan lebih tenang dengan mengubah undang-undang negara sedemikan rupa sehingga kekuasaan raja dibatasi, dibentuk serikat-serikat buruh untuk melindungi para pekerja dalam mempertahakan hak-haknya secara demokratis, kesejahteraan masyarakat dijamin dengan undang-undang dengan memberikan upah yang wajar beserta jaminan sosial untuk seluruh keluarganya.
Hal ini berarti bahwa perjuangan kelompok Karl Marx sudah berhasil di Eropa, malahan negara-negara Eropa menyatakan bahwa negara Eropa (Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Belanda dan sebagainya) sebagai negara sosialis tanpa harus menjadi negara komunis.
Dalam perjalanan waktu selanjutnya terjadi “revolusi damai” di Rusia yang dimotori oleh Presiden Gorbachev dalam posisi yang sudah maju sebagai salah satu negara adi kuasa disamping Amerika Serikat. Yang berubah adalah demokratisasi negara Rusia, namun masih Marxistis, dengan akibat politis yaitu beberapa negara bagiannya melepaskan diri dari Rusia.
Demikian pula dengan negara RRC yang secara tidak terduga menjadi negara adikuasa menggantikan kedudukan Rusia. Yang unik dari negara RRC yang komunistis ini adalah tetap mempertahankan Maxisme ala Cina untuk di dalam negerinya sehingga RRC menjadi negara komunis dengan demokrasi yang lebih longgar.
Sikap untuk kebijakan luar negerinya adalah sebagai negara liberal ekonomi yang mengarah sebagai negara kapitalis malahan cenderung pada kapitalis yang ekspansionistis sebagai negara penjajah ekonomi. Sikapnya yang memperbolehkan Hongkong dan Macao sebagai negara demokratis merupakan hal yang unik dari RRC.
Konstelasi semacam ini sudah diprediksi oleh Tan Malaka pada tahun 1912 seperti yang ditulis dalam memoir Mohammad Hatta tahun 1912. Anggapan bahwa Tan Malaka sebagai seorang komunisme di Indonesia adalah anti Tuhan, ditepis oleh Tan Malaka dalam bukunya Madilog yang ditulisnya pada tahun 1943, saat Jepang masih berkuasa di Indonesia.
Untuk lebih sederhananya, Tan Malaka membagi isi kitab suci sebuah agama terdiri dari isi yang berkaitan dengan Tauhid dan isi yang berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat. Dua hal ini harus jelas pemisahannya seperti yang pernah Tan Malaka dengar dari Haji Agus Salim tahun 1912 seperti yang ditulis oleh Mohammad Hatta dalam buku memoir-nya tahun 1912.
Tan Malaka hanya “bermain-main” di wilayah kemasyarakatan. Materialisme Tan Malaka berlainan dengan materialisme Karl Marx. Banyak orang menafsirkan materialisme Tan Malaka sebagai sebuah sikap anti Tuhan karena Tuhan tidak dapat dibuktikan sebagai hal yang konkret.
Tan Malaka menjelaskan bahwa melihat Tuhan bukan sebagai wujud Tuhan sebagai materi secara langsung tetapi dalam “wujud ciptaan-Nya" berupa langit, bintang, bulan dan banyak lagi ciptaan-Nya yang tidak terbilang. Semua yang ada di dunia ini pasti ada yang membuat apakah Tuhan atau manusia. Kalau yang membuat Tuhan, bahasanya adalah ciptaan.
Itulah interpretasi saya atas buku Madilog dan hal itu saya lakukan karena Tan Malaka sudah lama tiada. Interpretasi saya ini dapat berbeda dengan intepretasi orang lain. Perbedaan tafsir tersebut harus saya hormati karena Indonesia adalah negara demokratis.
Pengalaman saya selama 12 tahun tinggal di Eropa bahwa mereka yang berfaham komunisme dapat membedakan atau memisahkan antara komunisme sebagai alat dalam perjuangan di dunia dan theisme sebagai perjuangan yang bercita-cita menuju ke surga.
Hal ini terlihat bahwa di Italia, partai komunismenya kuat namun para anggotanya rajin ke gereja dan menjadi marah sekali saat mereka mendengar bahwa Patung Pieta yang menggambarkan Bunda Maria sedang membopong Jesus yang sudah meninggal dirusak oleh seorang turis dari Australia.
Pada waktu itu tahun 1972, saya sedang berada di musium Vatikan. Patung Pieta adalah karya Michel Angelo pada abad ke-15. Catatan tambahan : Haji Misbach, Tan Malaka, Semaun, Darsono dan banyak lagi adalah anggota Sarekat Islam pimpinan Anwar Tjokroaminoto yang berani melawan Belanda.
***
Foto/www.larouchepub.com
Mengapa Adam Smith dan Karl Marx antara Dibenci dan Dikagumi?
Mengapa Adam Smith & Karl Marx antara Dibenci dan Dikagumi?
Kalau saya membaca karya-karya ilmiah Adam Smith dan Karl Marx, saya kagum karena kehebatan mereka membawa dunia bergerak ke arah kiri maupun ke arah kanan. Dampak revolusi industri pun dengan penemuan teknologi baru yang terjadi pada abad ke-19 juga sangat dikendalikan oleh kedua tokoh dunia tersebut dalam perjalanan waktunya.
Masing-masing mempunyai pengikut setia, masing-masing mempertahankan sikap mereka dengan gigih baik yang merupakan peperangan intelektual maupun peperangan fisik. Pengikut Adam Smith menekankan pada perkembangan ekonomi dalam suasana demokratis dan perdagangan bebas, laissez-faire laisse-passer sedangkan lawannya menghendaki perencanaan terpusat. Demokrasipun adalah demokrasi terpusat.
Kubu Adam Smith berpendirian bahwa sikap mereka adalah untuk menuju pada bangsa yang sejahtera seperti yang dinyatakan dalam buku The Wealth Of Nations yang ditulis oleh Adam Smith. Kubu lawannya menyatakan sebaliknya bahwa mazhab Adam Smith membawa orang kaya semakin menjadi kaya, sedangkan orang miskin makin menjadi miskin.
Revolusi industri hanya memperkaya orang kaya dan memiskinkan orang miskin. Mereka menjadi lebih kaya karena “hasil kerja” kaum buruh, namun hasil kerja ini tidak dibayar sepantasnya kepada kaum buruh, namun merupakan keuntungan yang berlebih yang tidak dikembalikan kepada kaum buruh tetapi dipakai oleh para majikan untuk memperbanyak barang modal (kapital) mereka.
Kekayaan yang berlebih ini harus dikembalikan kepada kaum buruh. Kalau tidak dikembalikan akan diminta secara paksa. Maka timbullah banyak revolusi yang terjadi di Eropa pada abad ke-19 dengan puncak Revolusi Bolshevic di Rusia pada tahun 1917 sehingga tumbanglah kekuasaan Tzar Nicolas II sekaligus lenyaplah jiwa raja dengan seluruh keluarganya.
Revolusi di luar Rusia berjalan lebih tenang dengan mengubah undang-undang negara sedemikan rupa sehingga kekuasaan raja dibatasi, dibentuk serikat-serikat buruh untuk melindungi para pekerja dalam mempertahakan hak-haknya secara demokratis, kesejahteraan masyarakat dijamin dengan undang-undang dengan memberikan upah yang wajar beserta jaminan sosial untuk seluruh keluarganya.
Hal ini berarti bahwa perjuangan kelompok Karl Marx sudah berhasil di Eropa, malahan negara-negara Eropa menyatakan bahwa negara Eropa (Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Belanda dan sebagainya) sebagai negara sosialis tanpa harus menjadi negara komunis.
Dalam perjalanan waktu selanjutnya terjadi “revolusi damai” di Rusia yang dimotori oleh Presiden Gorbachev dalam posisi yang sudah maju sebagai salah satu negara adi kuasa disamping Amerika Serikat. Yang berubah adalah demokratisasi negara Rusia, namun masih Marxistis, dengan akibat politis yaitu beberapa negara bagiannya melepaskan diri dari Rusia.
Demikian pula dengan negara RRC yang secara tidak terduga menjadi negara adikuasa menggantikan kedudukan Rusia. Yang unik dari negara RRC yang komunistis ini adalah tetap mempertahankan Maxisme ala Cina untuk di dalam negerinya sehingga RRC menjadi negara komunis dengan demokrasi yang lebih longgar.
Sikap untuk kebijakan luar negerinya adalah sebagai negara liberal ekonomi yang mengarah sebagai negara kapitalis malahan cenderung pada kapitalis yang ekspansionistis sebagai negara penjajah ekonomi. Sikapnya yang memperbolehkan Hongkong dan Macao sebagai negara demokratis merupakan hal yang unik dari RRC.
Konstelasi semacam ini sudah diprediksi oleh Tan Malaka pada tahun 1912 seperti yang ditulis dalam memoir Mohammad Hatta tahun 1912. Anggapan bahwa Tan Malaka sebagai seorang komunisme di Indonesia adalah anti Tuhan, ditepis oleh Tan Malaka dalam bukunya Madilog yang ditulisnya pada tahun 1943, saat Jepang masih berkuasa di Indonesia.
Untuk lebih sederhananya, Tan Malaka membagi isi kitab suci sebuah agama terdiri dari isi yang berkaitan dengan Tauhid dan isi yang berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat. Dua hal ini harus jelas pemisahannya seperti yang pernah Tan Malaka dengar dari Haji Agus Salim tahun 1912 seperti yang ditulis oleh Mohammad Hatta dalam buku memoir-nya tahun 1912.
Tan Malaka hanya “bermain-main” di wilayah kemasyarakatan. Materialisme Tan Malaka berlainan dengan materialisme Karl Marx. Banyak orang menafsirkan materialisme Tan Malaka sebagai sebuah sikap anti Tuhan karena Tuhan tidak dapat dibuktikan sebagai hal yang konkret.
Tan Malaka menjelaskan bahwa melihat Tuhan bukan sebagai wujud Tuhan sebagai materi secara langsung tetapi dalam “wujud ciptaan-Nya" berupa langit, bintang, bulan dan banyak lagi ciptaan-Nya yang tidak terbilang. Semua yang ada di dunia ini pasti ada yang membuat apakah Tuhan atau manusia. Kalau yang membuat Tuhan, bahasanya adalah ciptaan.
Itulah interpretasi saya atas buku Madilog dan hal itu saya lakukan karena Tan Malaka sudah lama tiada. Interpretasi saya ini dapat berbeda dengan intepretasi orang lain. Perbedaan tafsir tersebut harus saya hormati karena Indonesia adalah negara demokratis.
Pengalaman saya selama 12 tahun tinggal di Eropa bahwa mereka yang berfaham komunisme dapat membedakan atau memisahkan antara komunisme sebagai alat dalam perjuangan di dunia dan theisme sebagai perjuangan yang bercita-cita menuju ke surga.
Hal ini terlihat bahwa di Italia, partai komunismenya kuat namun para anggotanya rajin ke gereja dan menjadi marah sekali saat mereka mendengar bahwa Patung Pieta yang menggambarkan Bunda Maria sedang membopong Jesus yang sudah meninggal dirusak oleh seorang turis dari Australia.
Pada waktu itu tahun 1972, saya sedang berada di musium Vatikan. Patung Pieta adalah karya Michel Angelo pada abad ke-15. Catatan tambahan : Haji Misbach, Tan Malaka, Semaun, Darsono dan banyak lagi adalah anggota Sarekat Islam pimpinan Anwar Tjokroaminoto yang berani melawan Belanda.
***
Foto/www.larouchepub.com
Via
Opini
Posting Komentar