Opini
Catatan Utang Negara
Utang
itu ajang perdebatan, ada yang pro dan kontra. Saya nggak mau bahas itu, yang
mau dibahas adalah soal resiko utang yang ditanggung negara. Dalam lintasan
sejarah banyak sekali tercatat negara menjadi bangkrut lantaran utangnya
segunung.
Paling
terbaru adalah Yunani, pada tahun 2015 negara tersebut gagal bayar utang ke
IMF. Indonesia sudah empat kali gagal bayar utang yakni pada tahun 1966, 1998,
2000, dan 2002.
Suatu
negara dianggap gagal bayar jika sebuah negara berdaulat tidak sanggup untuk
membayar penuh utang-utangnya. Bisa berbentuk deklarasi formal pemerintah untuk
tidak membayar (repudiasi) atau hanya membayar sebagian utang-utangnya
(penerimaan jatuh tempo), atau penghapusan pembayaran jatuh tempo.
Jika
pemberi kredit mulai menduga bahwa pemerintah akan gagal membayar utangnya,
mereka akan meminta suku bunga tinggi sebagai kompensasi resiko gagal bayar.
Peningkatan dramatis suku bunga yang dihadapi pemerintah karena kekhawatiran
bahwa suku bunga tersebut akan gagal meningkatkan nilai utangnya sering disebut
sebagai krisis moneter.
Karena
sebuah pemerintahan berdaulat, sesuai definisinya, mengontrol urusannya
sendiri, mereka tidak bisa diwajibkan untuk membayar utang-utangnya. Akibatnya,
pemerintah akan menghadapi tekanan besar dari negara-negara pemberi pinjaman.
Dalam
kasus yang paling ekstrem, seorang negara kreditur menyatakan perang kepada
negara pengutang karena gagal membayar utangnya untuk memberlakukan hak-hak
kreditur.
Misalnya,
Inggris sering menjajah negara yang gagal membayar utang luar negerinya dengan
menjajah Mesir tahun 1882 dan Istanbul setelah gagal bayar Turki tahun 1876.
Contoh
lainnya adalah "diplomasi kapal senjata" Amerika Serikat di Venezuela
pada pertengahan 1890-an dan pendudukan Amerika Serikat di Haiti yang dimulai
tahun 1915.
Suatu
pemerintahan yang gagal bayar juga bisa dilarang untuk meminjam lagi dan
sejumlah asetnya di luar negeri bisa disita. Contohnya, tambang tembaga Chili
disita oleh perusahaan-perusahaan A.S. pada tahun 1977.
Rasio
utang terhadap PDB memang masih "well" menurut bahasa Menteri Keuangan
Sri Mulyani. Bahkan jika dibandingkan dengan Jepang, Amerika dan lain-lain,
rasio utang terhadap PDB, RI masih jauh lebih baik. Akan tetapi berapa kekayaan
negara-negara itu, berapa cadangan devisa mereka?
ABPN
2017 hanya 2.133 triliun dan sebagian di antaranya untuk bayar utang plus
cicilan bunga. Mari kita andaikan APBN 2019 sebesar 2.400 triliun (kenaikan
konstans 100 T pertahun), maka 300 T di antaranya hanya untuk bayar utang dan
bunga.
Saya
termasuk yang meyakini Presiden Widodo akan menjadi presiden untuk 2 periode.
Jika pun hanya satu periode, tidak bisa dijadikan pembenar ketika menggunungkan
utang dengan alasan untuk membangun karena kelak presiden penerusnya akan
kelimpungan membayari utang.
Sedang
Presiden Widodo sendiri namanya harum karena dianggap membangun ke pelosok
negeri. Lantas, penggantinya akan menanggung bayar utang. Mending sanggup jika
gagal bayar seperti Yunani pada tahun 2015, bagaimana?
Saya
sering memberikan lelucon. Sarjana-sarjana ekonomi kita ini bodoh-bodoh ya, tak
heran ekonomi negaranya belum berubah. Coba sarjana ekonominya pintar, pasti
nasib ekonomi negaranya nggak begini?
Sayang
lelucon ini nggak berhasil membuat orang tertawa. Ya saya memaklumi, humor kan
ada gradasinya. Semoga negara Indonesia tata tentrem kerta raharja!
Wallahu'alam bis showab.
***
Via
Opini
Posting Komentar