Opini
Selesai makan pas kondangan, saat asyik lagi ngobrol. Pengobeng datang membawa ember berisi piring kotor. Tumpukan piring atas penuh dengan sisa-sisa nasi, lauk, dan sayuran. Hidangan prasmanan, memang menyediakan aneka makanan sepuasnya. Tapi, sering terjadi kemubadziran. Mengambil makanan tapi tak habis dimakan.
Salah satu alasan mengapa bisa demikian? Mereka berpikir, sudah ngamplopin. Bawa beras, uang, kado, atau gabah. Rugi jika tidak ambil sebanyak-banyaknya.
Padahal ya nggak ada rugi-ruginya. Nanti juga ia kondangan lagi sewaktu kita hajatan. Ia pun akan mengembalikan apa yang pernah dititipi itu. Sesungguhnya itu hanya akal-akalan pikirannya. Orang Indramayu bilang, pinter kodek namanya. Nggak mau kalah.
Watak pinter kodek itu tidak mau pihak lain untung. Harus rugi, harus kalah. Kelebihan makanan bagi yang sedang hajatan adalah kerugian virtual untuknya. Ini gaya pikir kodek. Jika kamu menang, saya kalah. Maka, saya tidak akan membiarkanmu menang.
Saya prasmanan hanya dengan satu centong nasi, dua dendeng daging, kuah, dua pisang muli, kerupuk udang satu, dan Aqua gelas satu. Padahal bisa saja saya ambil sepiring nasi muncung. Tapi, cukuplah saya ambil itu. Sebab, itu yang saya butuhkan.
Tapi, rugi lah. Sudah buwuh sekwintal gabah. Hah, itu kan soal pilihan. Emang yang sedang hajatan maksain harus buwuh sekwintal gabah. Nggak kan? Wong, yang buwuh amplop kosong aja ditawarin makan. Pemangku hajat, emang sudah diniatin untuk berbagi hidangan pada hari bahagianya tersebut.
Saat buwuh sekarung beras, saya sudah niat. Nawaitunya bukan untuk makan gratis. Tujuannya untuk pererat silaturahmi. Suatu saat saya juga akan memangku hajat. Maka saya tidak punya niat untuk mendapatkan makan banyak gratis. Saya sudah mendapatkan itu saat saya membuat keputusan.
Sekilas mengambil banyak makanan dengan prinsip itu seperti menyenangkan. Tapi sebenarnya mendapat kepuasan dari hal-hal yang bersifat ilusi itu melelahkan. Orang menghabiskan energi untuk sesuatu yang tidak ada. Terlebih, ia memubadzirkan sumber daya yang seharusnya bisa dinikmati oleh orang lain.
Lepaskan saja. Fokus saya ada pada kebutuhan saya. Saya tidak mau memakai energi saya untuk hal yang tidak saya butuhkan. Itu salah satu sumber kebahagiaan. Buanglah gaya mikir kodek!
***
Gaya Mikir Kodek
Prasmanan. Foto/Meneer Pangky, 2011. |
Salah satu alasan mengapa bisa demikian? Mereka berpikir, sudah ngamplopin. Bawa beras, uang, kado, atau gabah. Rugi jika tidak ambil sebanyak-banyaknya.
Padahal ya nggak ada rugi-ruginya. Nanti juga ia kondangan lagi sewaktu kita hajatan. Ia pun akan mengembalikan apa yang pernah dititipi itu. Sesungguhnya itu hanya akal-akalan pikirannya. Orang Indramayu bilang, pinter kodek namanya. Nggak mau kalah.
Watak pinter kodek itu tidak mau pihak lain untung. Harus rugi, harus kalah. Kelebihan makanan bagi yang sedang hajatan adalah kerugian virtual untuknya. Ini gaya pikir kodek. Jika kamu menang, saya kalah. Maka, saya tidak akan membiarkanmu menang.
Saya prasmanan hanya dengan satu centong nasi, dua dendeng daging, kuah, dua pisang muli, kerupuk udang satu, dan Aqua gelas satu. Padahal bisa saja saya ambil sepiring nasi muncung. Tapi, cukuplah saya ambil itu. Sebab, itu yang saya butuhkan.
Tapi, rugi lah. Sudah buwuh sekwintal gabah. Hah, itu kan soal pilihan. Emang yang sedang hajatan maksain harus buwuh sekwintal gabah. Nggak kan? Wong, yang buwuh amplop kosong aja ditawarin makan. Pemangku hajat, emang sudah diniatin untuk berbagi hidangan pada hari bahagianya tersebut.
Saat buwuh sekarung beras, saya sudah niat. Nawaitunya bukan untuk makan gratis. Tujuannya untuk pererat silaturahmi. Suatu saat saya juga akan memangku hajat. Maka saya tidak punya niat untuk mendapatkan makan banyak gratis. Saya sudah mendapatkan itu saat saya membuat keputusan.
Sekilas mengambil banyak makanan dengan prinsip itu seperti menyenangkan. Tapi sebenarnya mendapat kepuasan dari hal-hal yang bersifat ilusi itu melelahkan. Orang menghabiskan energi untuk sesuatu yang tidak ada. Terlebih, ia memubadzirkan sumber daya yang seharusnya bisa dinikmati oleh orang lain.
Lepaskan saja. Fokus saya ada pada kebutuhan saya. Saya tidak mau memakai energi saya untuk hal yang tidak saya butuhkan. Itu salah satu sumber kebahagiaan. Buanglah gaya mikir kodek!
***
Via
Opini
Posting Komentar