Opini
Bagi saya sah-sah saja mau nikah muda atau cukup umur. Dua-duanya pilihan pribadi setiap manusia. Nikah itu bukan saja soal mencegah zina. Sebab, siapa yang jamin jika sudah nikah nggak bakalan zina. Kata siapa? Wong ada kok, makanya ada WIL & PIL.
Namun saya pribadi punya dissenting opinion terkait meme tentang nikah muda di atas. Argumentasi menikahkan anak untuk menghindari zina sedikit kurang kuat. Sebab, nikah itu bukan solusi untuk menghindari perzinaan. Terus ada yang menyanggah, kan ada anak-anak yang kebablasan, aduh gimana ya? Dalam psikologi, usia anak 17 tahun itu belum siap nikah. Meski secara fisik sudah OK, secara jiwa dan ekonomi ia belum siap. Kalo ada yang gatel mikirin seks. Saya kira ada kesalahan dalam pola pengasuhan.
Saya dulu juga pernah mengalami usia tersebut. Paling mentok pengen punya pacar, untuk pamer ngapel saban malam minggu atau di tontonan. Bahwa saya laku, abis sering di-cengin paman, masih muda kok nggak punya pacar.
Adik saya juga usia 16 tahun, tapi ia sibuk dengan belajar, nglukis, belajar masak. Dan masih asyik masyuk dengan baca komik dan maen game. Pacaran aja nggak sempat. Boro-boro mikir berhubungan seks.
Jadi, kalau ada anak usia segitu gatel soal seks, masalah terbesar seharusnya ada pada orang tua mereka. Orang tua yang tidak mendidik dengan benar. Kok bisa gitu? Karena para orang tua ini adalah produk dari prinsip tadi, menikah itu untuk menghalalkan persenggamaan. Soal siap atau tidak bagi orang tuanya, itu nomer kesekian.
Artinya apa? Menikahkan anak remaja dengan alasan supaya mereka tidak berzina adalah memafhumkan remaja bersenggama secara sah, kemudian punya anak, tanpa mereka dibekali dengan kesiapan untuk mendidik anak-anaknya. Bayangkan, anak usia 16 tahun tahu apa soal pendidikan anak? Kelak anak-anak mereka mungkin akan begitu lagi.
Artinya, menikahkan anak-anak remaja itu melestarikan lingkaran setan soal anak-anak yang salah didik tadi.
Bagaimana mengatasinya? Didik mereka dengan baik. Arahkan kepada kegiatan positif. Kegiatan positif itu nggak cuma ngaji di mesjid. Olah raga, kesenian, keterampilan, pramuka, pecinta alam, dan sebagainya. Ajak mereka untuk merencanakan masa depan.
***
Soal Seks dan Nikah Muda
Foto/Abanaonline |
Namun saya pribadi punya dissenting opinion terkait meme tentang nikah muda di atas. Argumentasi menikahkan anak untuk menghindari zina sedikit kurang kuat. Sebab, nikah itu bukan solusi untuk menghindari perzinaan. Terus ada yang menyanggah, kan ada anak-anak yang kebablasan, aduh gimana ya? Dalam psikologi, usia anak 17 tahun itu belum siap nikah. Meski secara fisik sudah OK, secara jiwa dan ekonomi ia belum siap. Kalo ada yang gatel mikirin seks. Saya kira ada kesalahan dalam pola pengasuhan.
Saya dulu juga pernah mengalami usia tersebut. Paling mentok pengen punya pacar, untuk pamer ngapel saban malam minggu atau di tontonan. Bahwa saya laku, abis sering di-cengin paman, masih muda kok nggak punya pacar.
Adik saya juga usia 16 tahun, tapi ia sibuk dengan belajar, nglukis, belajar masak. Dan masih asyik masyuk dengan baca komik dan maen game. Pacaran aja nggak sempat. Boro-boro mikir berhubungan seks.
Jadi, kalau ada anak usia segitu gatel soal seks, masalah terbesar seharusnya ada pada orang tua mereka. Orang tua yang tidak mendidik dengan benar. Kok bisa gitu? Karena para orang tua ini adalah produk dari prinsip tadi, menikah itu untuk menghalalkan persenggamaan. Soal siap atau tidak bagi orang tuanya, itu nomer kesekian.
Artinya apa? Menikahkan anak remaja dengan alasan supaya mereka tidak berzina adalah memafhumkan remaja bersenggama secara sah, kemudian punya anak, tanpa mereka dibekali dengan kesiapan untuk mendidik anak-anaknya. Bayangkan, anak usia 16 tahun tahu apa soal pendidikan anak? Kelak anak-anak mereka mungkin akan begitu lagi.
Artinya, menikahkan anak-anak remaja itu melestarikan lingkaran setan soal anak-anak yang salah didik tadi.
Bagaimana mengatasinya? Didik mereka dengan baik. Arahkan kepada kegiatan positif. Kegiatan positif itu nggak cuma ngaji di mesjid. Olah raga, kesenian, keterampilan, pramuka, pecinta alam, dan sebagainya. Ajak mereka untuk merencanakan masa depan.
***
Via
Opini
Posting Komentar