esai
Budaya Judi di Pedesaan Indramayu [1]
PROLOG
Tulisan ini mengangkat tentang bentuk-bentuk
permainan judi yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat agraris. Artikel ini
merupakan riset kecil-kecilan dengan mewancarai para pelaku di lapangan. Riset
ini memfokuskan diri tentang dinamika penghidupan rumah tangga di pedesaan
Indramayu. Sebaran desa yang diteliti adalah Kecamatan Balongan dan Sliyeg.
Rata-rata kepemilikan lahan adalah 0,5 Ha.
Rumah tangga yang tidak memiliki sawah, rata-rata mengadu nasib di luar negeri sebagai TKW/PMI. Sisanya, mereka menjadi buruh tani.
Selanjutnya, sekitar 10-15% penguasaan lahan
di desa diberikan kepada aparat desa. Rumah tangga yang memiliki kekuatan modal
baik dari tabungannya kerja di luar negeri maupun dari tabungan hasil usaha
hanya mampu menggarap secara bergiliran melalui “pasar sawah” baik melalui
sistem “gadai” maupun “lanja”.
Mereka dapat dikatakan tidak bisa membeli
lahan dikarenakan harganya yang mahal. Kisaran harga lahan sawah per “bata” (14
m2) adalah 700-1500 ribu rupiah. Rumah tangga selain yang berprofesi di atas
mereka mengandalkan pada “home industri”, kontraktor, PNS dan karyawan swasta
sebagai sumber nafkahnya.
Di luar kategori sumber-sumber nafkah yang
normal di atas, ada sebagian lagi rumah tangga yang menghidupi rumah tangganya
dengan menerjuni sumber penghidupan tidak wajar. Jumlahnya sulit untuk
dipastikan. Namun, bisa dikatakan tidak sedikit.
Nah, tulisan ini hendak mengulasnya lebih
dalam. Sumber nafkah yang tidak normal ini fokus pada perjudian. Baik dianggap
sebagai permainan maupun sumber pendapatan keluarga dalam kehidupan masyarakat
agraris.
***
Via
esai
Posting Komentar