esai
Budaya Judi di Pedesaan Indramayu [4]
ANALISIS
Dalam masyarakat agraris, adu jago, kuclak
dan maen kartu merupakan bagian dari kehidupan mereka. Judi memang sudah
dikenal sejak abad ke-13. Konon, orang tua angkat Ken Arok, salah seorang
pahlawan Jawa yang mendirikan Kerajaan Singosari pada abad ke-13, adalah
penjudi dan Ken Arok dididik dalam lingkungan kabotohan (tempat kegiatan judi).
Disebut-sebut dalam Pararaton, Ken Arok jago berjudi.
Dalam etnografi kebudayaan Jawa,
Koentjaraningrat, seorang ahli antropologi Jawa pertama, menyatakan bahwa
berjudi merupakan “…suatu kebiasaan buruk yang banyak dimiliki
oleh para petani Jawa…, (yaitu) jenis rekreasi yang umum… yang dilakukan sejak sore sampai larut malam” (Koentjaraningrat
1984: 211-2).
Sisi lain, Indramayu merupakan wilayah di
tatar sunda yang diperebutkan oleh Majapahit, Demak, Pajajaran, Cirebon,
Mataram, dan VOC. Dalam buku Suma Oriental disebutkan Indramayu punya pelabuhan
ramai. Sedangkan, dalam buku Sejarah Indramayu (1977) disebutkan Wiralodra
adalah pendiri Indramayu yang berasal dari Banyuurip, Bagelen, Jawa Tengah.
Namun menurut Sutadji, dalam buku Dwitunggal
Pendiri Darma Ayu Nagari (2003) disebutkan bahwa Wiralodra adalah mata-mata
Kerajaan Demak untuk merebut Pelabuhan Cimanuk. Ia punya tugas khusus dari Raden
Patah untuk menyiapkan invasi ke Pajajaran.
Sedangkan menurut Dadang Wildan dalam buku
Sunan Gunung Jati, Antara Fakta dan Fiksi (2003) menyebutkan bahwa Wiralodra
menyerahkan Indramayu di bawah kekuasaan Cirebon setelah ia memeluk Islam dan
mengakui Sunan Gunung Jati sebagai gurunya.
Catatan tentang asal-usul etnis yang mendiami
Indramayu juga dicatat dalam buku Sundakala (2005) oleh Ayatrohaedi. Disebutkan
bahwa Senapati Wiralodra adalah laskar Mataram yang ditugaskan menjaga
Pelabuhan Cimanuk agar tidak kerebut VOC. Kemudian hari ia diangkat menjadi Adipati
Dermayu.
Meskipun ada silang pendapat tentang
asal-usulnya, dari pendekatan etnografis bisa dikatakan wilayah Indramayu lebih
dekat dengan kebudayaan Jawa daripada kebudayaan Sunda. Untuk itu, kenyataan
hari ini adanya budaya judi di tengah-tengah masyarakat agraris Indramayu
sejalan dengan apa yang disampaikan Antropolog Koentjaraningrat.
Dalam hal jender, bentuk judi berlaku umum.
Misalnya permainan bingo-bingo, om-oman untuk perempuan. Adu jago, maen kartu,
untuk laki-laki. Sedangkan, taruhan pilwu, bar dan grompot pemasangnya adalah
laki dan perempuan. Meski kurang terlihat, kaum hawa meski dengan
sembunyi-sembunyi mereka pun suka bermain judi.
Dalam banyak folklore yang juga menggambarkan kegiatan-kegiatan perhelatan,
hampir selalu ada gambaran mengenai kaum laki-laki, baik yang muda maupun yang
tua, bermain judi kartu. Permainan dilakukan antara tuan rumah dengan para
tetangga atau di antara para tetangga yang datang untuk ikut berjaga-jaga
semalam suntuk (melekan). Yang muda mengelompok sendiri terpisah dengan mereka
yang tua. Bermain kartu seolah sudah menjadi ritual (Heringa 1997: 367).
Melekan atau tidak tidur semalaman untuk
berjaga-jaga dilakukan pada hampir semua pesta ritus peralihan (rite de passage). Melekan merupakan
salah satu tanda kedudukan tuan rumah hajat di mata tetangganya. dengan
permainan kartunya dilakukan ketika ada bayi lahir, ada anak sunatan, ketika
ada pesta kawin, bahkan ketika ada yang mati.
Sedangkan judi yang orientasinya uang. Paling
atas adalah para bandar yang menyediakan modal dan umumnya tidak terjun
langsung dalam permainan. Merekalah aktor di belakang layar di setiap kegiatan
judi serius. Di bawah bandar ada bandar-bandar bayangan yang dipercaya oleh
bandar. Mereka ini tim marketing yang fungsinya memutar modal dan meraih
untung. Lalu, mereka dapat upah.
Tim marketing ini terjun langsung ke dalam
permainan, berhadapan dengan dengan para petaruh. Mereka diupah atau memperoleh
bayaran bagi-hasil sesuai kesepakatan dengan bandar. Tim marketing ini sering
pula dibantu beberapa asisten yang diupah harian atau berdasarkan komisi saja.
Di samping tim marketing dan asistennya, ada pula oknum keamanan.
Oknum ini bisa
preman penjaga ketertiban, aparat, maupun pamong desa. Oleh karena
itu, dalam kaitannya dengan penghidupan, perjudian merupakan suatu kegiatan
produksi di sektor keuangan. Ada hubungan produksi di dalamnya. Bagi sebagian orang hubungan produksi tersebut
merupakan salah satu sumber atau saluran penghidupan.
Kapital
ditanamkan oleh para bandar untuk memperoleh laba. Permainannya dikonsumsi,
entah untuk melipatgandakan
uang yang dipertaruhkan atau untuk kesenangan semata. Di antara keduanya ada “pekerja-pekerja” yang diupah untuk curahan tenaganya. Seperti juga
dalam kegiatan produksi lainnya, dalam perjudian ada juga golongan pemungut
surplus yang meski tidak mencurahkan apa pun ke dalam kegiatan tetapi merasa berhak untuk memungut uang darinya.
***
Via
esai
Posting Komentar