esai
Belajar dari Masa Lalu, Konflik di Desa [2]
Konflik Blok Bojong Desa Curug Kandanghaur Indramayu. Foto/Istimewa. 2017 |
Seseorang warga Tugu kebetulan istri mudanya di desa Mekar Gading menyelenggarakan hajatan sunatan dan acara lebaran yang disertai acara pesta “minum”. Entah bagaimana mulainya, tiba-tiba seorang warga Tugu kepalanya terkena pukulan botol minuman. Rasa solidaritas yang tinggi terhadap korban, maka warga Tugu menyerang pemuda warga Mekar Gading. Demikian halnya, desa Gadingan yang sebelumnya masih satu desa dengan Mekar Gading melibatkan diri membantu warga Mekar Gading, Mekar Gading juga dibantu warga Sudimampir yang semula pernah konflik dengan warga desa Tugu. Sejak peristiwa tersebut terjadilah beberapa gelombang tawuran. Warga desa Tugu juga terlibat tawuran dengan desa yang berada di perbatasannya (di sekelilinginya) seperti dengan desa Segeran, Sudimampir dan Tinumpuk. Konflik tawuran disertai dengan senjata golok, bata dan bom molotov bahkan karena dendam sampai jalan pun diputus dengan menggali parit. Warga Mekar Gading yang menjadi korban tawuran nekad merusak jalan diperbatasan kedua desa, merupakan jalan alternatif penghubung Karangampel - Balongan. Pengrusakan sebagai bentuk protes atas pembakaran dan penjarahan 25 rumah milik warga Mekar Gading oleh warga Tugu. Upaya damai telah dilakukan beberapa kali dengan cara musyawarah antar tokoh masyarakat dan aparat desa BPD, LPM, Kuwu dan para pemuda. Sebagai simbol damai diperbatasan dipancangkan bendera putih. Namun hal ini juga kurang berhasil karena tawuran terjadi lagi. Bahkan sempat pula didamaikan di depan DPRD dengan disaksikan pihak kepolisian, tokoh masyarakat, aparat desa yang bersangkutan dan FOSTRAKAT (Forum Silaturahmi Masyarakat) sebagai LSM setempat. (Harian Pikiran Rakyat. (2004). Informasi Masyarakat Jawa Barat terbitan 1998-2004).
Membaca liputan Pikiran Rakyat di atas jika disandingkan dengan aspek teoretis konflik, misalnya teori dari Simmel. Sosiolog ini mengangkat teori konflik dari bentuk dasar proses sosial yang bersifat empirik, sebagai sesuatu yang tidak dapat dielakkan, akibat struktur sosial yang mendominasi, tetapi tetap tidak terpisahkan dari proses asosiatif dan disosiatif (kecenderungan sifat masyarakat monistik dan antagonistik).
Konflik menurut Simmel memiliki dualisme tujuan yaitu tujuan integrasi dan tujuan pembebasan diri, gengsi dan kerusakan, selain itu juga dalam rangka pemeliharaan proses, pengaturan organisasi dan solidaritas.
Asumsi konflik menurut Simmel bahwa pelibatan emosi dalam kelompok konflik akan memperhebat konflik, penghargaan yang tinggi tehadap solidaritas dari kelompok konflik akan memperhebat pelibatan emosi dalam konflik, demikian pula konflik meningkat searah dengan peningkatan akan tujuan dan kepentingan.
Asumsi-asumsi yang diajukan Simmel sangat membantu dalam menganalisis proses sosial (konflik) baik konflik vertikal maupun horisontal. Singkatnya, konflik antara Tugu-Mekar Gading terjadi demi gengsi dan solidaritas semata.
Sedangkan, bila liputan di atas disandingkan dengan model analisis van Dijk. Tidak dijelaskan siapa yang meng-organisasi warga untuk membakar 25 rumah. Teks berita hanya menyertakan asal-usul tawuran, pengrusakan 25 rumah, pengrusakan jalan dan terakhir mediasi oleh DPRD dan pemancangan bendera putih.
Sedangkan dalang yang mengerahkan massa disembunyikan. Seakan-akan peristiwa ini terjadi begitu saja. Bahkan, pembaca diajak untuk mengecam pelaku pembakaran rumah hingga desa tersebut layak dikeroyok oleh desa sebelahnya. Sugesti dalam teks berita membawa pembaca, mana yang salah dan benar. Detail pengerahan massa, siapa dalangnya dan atas kepentingan apa mereka memobilisasi massa kurang mendapat porsi.
Via
esai
Posting Komentar