Opini
Cakra Udaksana Wiralodra dan Pageblug Korona
Kirab Pusaka Indramayu. Arsip by R. Inu Danubaya |
Wabah penyakit Coronavirus Disease (COVID-19) telah masuk ke Indonesia. Per 12 April 2020, pemerintah menyatakan sudah ada 3842 orang positif. 286 orang sembuh dan 327 orang meninggal.
Wabah penyakit yang berasal dari Wuhan di Tiongkok ini telah menyebar ke penjuru dunia, menjadikannya pandemi tanpa diketahui apa obatnya.
Sementara itu, kemaren viral diskusi adan pitu yang berhubungan untuk mengusir pageblug. Ritual ini berdasarkan Babad Cerbon episode cerita Menjangan Wulung.
Peristiwa pageblug bagi masyarakat Jawa dimaknai punya hubungan secara magis dengan bencana alam, wabah penyakit, paceklik dan huru-hara. Tidak hanya Cirebon yang punya adan pitu, di Indramayu juga ada common sense demikian.
Pada tahun 2012, saya sendiri pernah bertanya kepada H. Dasuki, fungsi kirab pusaka yang diselenggarakan saban tahun menjelang hari jadi Kota Indramayu.
Beliau menjawab khidmat bahwa ini pesan leluhur dan supranatural. Menurut beliau meyakinkan fakta setelah Pusaka Cakra dikirab, konflik horizontal tawuran antar desa hilang di Indramayu pada awal dekade tahun 2000-an.
Pusaka Sakti Mandraguna
Hal senada juga diceritakan oleh Raden Inu Danubaya, turun Wiralodra ke-12. Bahwa kirab pusaka juga pernah dilaksanakan pada tahun 1972. Meskipun hanya keliling wilayah kota. Tidak ke pelosok Indramayu.
Selanjutnya, saya pun menyaksikan sendiri wong reang mengerumuni Cakra Udaksana di Desa Centigi. Macam-macam motif mereka. Diraupkan kepada anak sakit dan gadis atau jaka yang susah jodoh.
Tidak semua pusaka dianggap bisa mengusir pageblug. Hanya pusaka tertentu yang sakti mandraguna. Bagi wong Jawa, alam punya cara menyeimbangkan tata kehidupan. Itu yang saya tangkap saat mempelajari kaum abangan, ajaran kejawen yang ada di Indramayu.
Gangguan-gangguan bencana alam, wabah penyakit dan paceklik yang terjadi diseimbangkan oleh pancaran singkir dan perbawa pusaka yang dipercaya memiliki kekuatan magis tersebut.
Pusaka dengan kemampuan menangkal bencana bukan hanya dimiliki kaum bangsawan saja, namun ada pula yang dimiliki tokoh masyarakat di desa.
Keturunan Buyut Tasem di desa Tugu Kidul Kecamatan Sliyeg punya ritual khusus menurunkan hujan. Berbentuk pusaka angklung dan puja-puji do'a jawokan. Konon, angklung tersebut adalah peninggalan Ki Buyut Tasem.
Ternyata fenomena pusaka sebagai obat pageblug tidak hanya di monopoli budaya Jawa. Di Bugis juga ada.
Setiap pusaka yang dimiliki orang Bugis akan diberi passingkerru sumange atau tali ikatan semangat yang dibuat berdasarkan sistem pengetahuan dan kepercayaan kuno Bugis.
Saya pribadi sih, ana ngandel kurang percaya. Saya lebih suka melihatnya sebagai fenomena budaya. Lantas, apakah Cakra Udaksana Raden Wiralodra bisa menanggulangi wabah korona?
***
Via
Opini
Posting Komentar