Cermis
Cermis | Maryati - Setan Perayu
Kreteg Tanjan. Foto/MP |
Mata lelaki. Demikianlah argumennya. Meskipun istri cantik dan seksi di rumah, tetap saja mata melirik melihat perempuan bahenol di jalan.
Persoalannya, tinggal rem itu blong atau pakem. Misal rem blong, jelas akan tabrak-tubruk. Apalagi si bahenol kasih sein tanda setuju. Motor pun diparkir demi menuruti darah berdesir.
Beda yang rem pakem. Bisa mengendalikan diri, dituntun oleh iman dan kesalehan.
Demikian pula dengan Oji. Ia termasuk lelaki yang rem blong. Bahkan, menganggap perempuan bahenol adalah suplemen vitamin. Seringkali cari perhatian dan tebar pesona sana-sini.
Apalagi yang digodanya menjawab lewat ketipan mata setuju. Sudah pasti akan terjadi perilaku nyeleweng.
Ia pun tanpa malu mengakui. Dirinya termasuk kelompok rem blong. Dengan bangga, katanya sudah banyak perempuan yang kena goda.
Dasarnya suka sama suka, butuh sama butuh. Cuma sesaat, tidak sampai berlama-lama. "Aku itu ayam jago, di mana ada ayam babon kokokpetok ya aku tindihi". Pengakuan Si Oji.
Namun, semuanya berubah setelah peristiwa yang terjadi pada malam Jum'at itu.
*
Malam itu Oji perlu mengambil uang di ATM, besok subuh ia harus berangkat ke Cirebon. Mengurus klaim BPJS.
Motor yang dikendarai nggak langsung pulang sehabis nongkrong. Puter arah langsung ke desa sebelah.
Nggak lama, hujan turun. Gerimis tipis menemani perjalanan Oji. Dingin mulai masuk ke sumsum kulitnya. Ah nanggung. Pikir Oji.
Melewati Jembatan Tanjan, Oji melihat seorang perempuan sedang duduk di buk jembatan. Payung putih menaungi tubuh berpakaian merah.
Sempat Oji melirik. Sekilas tubuhnya bahenol, warna merahnya membuat hati berdesir.
Kelihatan seperti menunggu jemputan. Dalam hati Oji sebenarnya ingin menawarkan tumpangan. Namun, ia juga kurang pede. Di kantong nggak ada duit sepeserpun.
"Biarin lah, kalau nanti masih ada, itu rejekiku", otaknya mulai bermesum ria.
"Barangkali rumahnya jauh, habis kehujanan nanti bisa minta dihangatin", selorohnya penuh keyakinan.
*
Setelah ambil duit di ATM, ia pun bergegas menuju Jembatan Tanjan. Laju motor disetel balap melawan gerimis hujan di jalan yang sepi.
Betapa senangnya saat ia melihat perempuan berpayung putih masih ada. Sedang berdiri. Gas pun di-langzam saat laju motor mulai mendekat.
"Nunggu jemputan tah, yu?", tanya Oji memulai obrolan.
"Iya, mas. Nggak datang-datang nih, padahal mamang janji jemput"
"Oh, mau nunggu mamang. Emang lakinya kemana, kok yang jemput paman?"
"Hihi, ih nanyanya gitu. Janda mas, maklum.", jawab perempuan itu sambil sesekali membungkuk, menabok nyamuk yang menggigit betisnya.
Oji pun melirik betis yang mulus itu. Rok yang dipake hanya menutupi dengkul. Saat menabok nyamuk. Rok itu ketarik ke atas.
Tak pelak Oji jadi menelan ludah. Sayang sekali kalau betis semulus itu gagal dibelainya. Pikir Oji mulai berfantasi.
"Rumahnya di mana, yu? Kalau yayu berkenan aku siap mengantar", tawar Oji memulai jurus rayuan.
"Beneran, mas. Rumahku lumayan jauh. Karangampel. Lagi gerimis pula"
"Buat yayu yang cantik. Aku nggak ada kata keberatan. Bila perlu nganter ke leng belut yang licin juga mau, hehe"
"Ah, mas. Aja ngrayu. Kalau diajak ke lubang belut asli. Basah loh. hihi", balas perempuan berpayung putih sambil lemparin senyum dan lirikan nakal.
"Nggak, yu. Aku becanda. Karangampel kan masih dekat. Belum Cirebon"
Perempuan itu mendekat. Saat sudah di belakang Oji. Payung pun dikatupkan.
"Kok, payungnya ditutup?"
"Rapapa, bareng-bareng kehujanan. Di rumah bisa langsung mandi. Mas bisa pakai kaos oblongku", sambil mencubit paha Oji.
"Aw, sakit. Ih yayu mah"
Mereka pun ketawa bareng. Basa-basi kaku di awal tadi kini sudah mencair. Sungguh malam yang indah, pikir Oji.
Oji lantas menanyakan nama perempuan itu. Namanya Maryati. Begitulah jawabnya manja. Berbisik ke telinga Oji. Hangat napasnya. Harum bau tubuhnya menembus hidung.
"Ah yang bener?"
"Asli mas, nanti aku tunjukin KTP elektrik"
"Lupain, nok"
"Tadi mas bilang apa, ulangi lagi mas. Indah didengar oleh telingaku mas"
"Lupain, nooook"
"Aku kok, seperti muda lagi dipanggil dengan sebutan nok oleh mas"
Oji makin berani mendengar jawaban Maryati. Tangannya turun membelai paha. Sementara itu motor mulai melaju kencang.
Tanpa penolakan dari Maryati. Sesaat dua sejoli itu hening. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka. Yang jelas Oji pikirannya sudah nggak keruan.
"Bukannya enak punya suami, nok. Kok milih jadi janda?", tanya Oji memecah kebisuan.
"Biasa mas, KDRT. Males. Mending janda, iya kan?"
"Oh. Itu betul. Lelaki kasar nggak usah dipertahanin".
"Bukan mas, maksud KDRT itu, kurang duit ribut terus. Hhahahha"
Tawa mereka pecah dalam hujan yang semakin deras. Oji menggigil. Maryati mengetahui hal itu. Didekaplah tubuh Oji.
Tubuh Oji terasa lebih hangat. Darahnya berdesir. Napsunya membuncah. Menahan birahi. Sampai-sampai ia tak tahan. Ingin rasanya segera berhenti.
"Mas, itu pohon besar di depan pelan-pelan. Rumah aku di dekat situ", bisik Maryati pelan sambil tangannya mendekap lebih erat.
Dekapan tangan itu terasa dingin. Tubuh Oji merinding. Untung rumah Maryati sudah dekat. Ia tadi ingin berhenti di toang sepi. Nggak bisa kebendung lagi hasratnya.
Setelah masuk rumah. Lampu dinyalain. Maryati menggoda. "Aku mandi dulu ya, atau kita sama-sama".
Lalu terjadilah pergumulan panas sejoli yang tadi didera dinginnya air hujan. Tak henti-henti. Sampai-sampai dengkul Oji terasa copot.
*
Sebuah mobil mogok didorong dari arah Desa Gadingan. Dicobanya berulang kali. Mesin tak ada tanda mau hidup.
Saat penumpang mobil mendorong. Mereka melihat keanehan di sebuah buk Jembatan Tanjan. Ada seorang pemuda telanjang.
Tangannya menumpu waton buk. Matanya terpejam. Kakinya mengangkang. Pinggangnya maju-mundur. Tak henti-henti.
Seorang penumpang menjerit dan lainnya terheran-heran. Orang yang melakukan hal aneh itu adalah Oji.
Penumpang awalnya mengira itu orang gila. Namun, sopir langsung turun dari mobil dan menghampiri. Dicubitnya Oji keras-keras.
Bangun. Ayo bangun. Hujan begini kok tidur telanjang. Ayo bangun. Dicubit nggak mempan, ditaboklah bokong yang bergoyang-goyang itu.
Eh, bukannya bangun. Malah keasyikan meneruskan maju-mundur. Sopir pun mulai komat-kamit. Merapal mantra. Menyadarkan Oji yang sedang berada di alam lain.
Segera Oji tersadar. Matanya terbuka. Tubuhnya lemas. Jatuh terduduk di aspal. Badan terasa remuk.
*
Ia heran bukan kepalang. Dikelilingi orang-orang. Apa yang terjadi? Ia mulai menerka-nerka. Sadar tubuhnya tanpa busana. Segera ia ambil celana dan baju di stang motor.
Seorang penumpang menyodorkan air mineral. Oji langsung meneguknya. Dengan terbata-bata ia menjelaskan apa yang telah dialaminya. Sejak perjumpaan dengan perempuan berpayung putih.
Selesai menceritakan. Oji undur pamit. Dan tak lupa berterimakasih. Sementara itu sopir mencoba menyalakan mobil. Anehnya mesin langsung nyala.
Semua penumpang naik. Pergi meninggalkan Jembatan Tanjan yang misterius itu.
***
Via
Cermis
Posting Komentar