Pribadi
Realita Papah Muda dan Prioritas Hidup
Disclaimer
Tulisan ini diracik bukan tentang parenting. Papah muda dan prioritas hidup adalah dua hal beda. Opini ini tentu subyektif dan tidak menutup kemungkinan adanya silang pendapat.
**
Baru-baru ini ada beberapa pertanyaan dari teman dan kenalan. Kok, sekarang nggak aktif lagi? Kemana aja? Jarang ketemu.
Jawaban basa-basi ya cuma njawab, kan lagi pandemi, ada, nggak ke mana-mana, di rumah aja.
Jawaban seriusnya sih apa? Ya ini mau saya ocekin. Sejujurnya ini soal prioritas hidup.
Sehabis nikah, memang niat banget pengen segera punya momongan. Apa mau dikata, harapan dan kenyataan tidak sesuai apa yang dipengeni.
Dua kali keguguran terus. Sempet berpikir, kok punya anak susah banget ya. Lah, mereka yang hamil duluan, masih abegeh, kok jago banget ya. Bisa langsung punya anak, padahal tidak disengaja, tapi bisa hamil dan punya anak.
Saya yang niat, pengen gendong anak. Susahnya minta ampun. Dari situ, saya mulai mengubah pola pikir. Anak itu ya memang titipan. Anak itu rejeki yang tiada duanya.
Melihat senyum menggodanya, hilang semua beban di pundak. Itu kebahagiaan tersendiri.
Memiliki momongan adalah prioritas utama saya setelah menikah. Berhubung istri juga sedang kuliah, fokus lainnya ya bagaimana istri bisa lulus.
Kerja, Kuliah & Ngurus Anak
Saya sangat sadar betapa repotnya membagi waktu untuk kerja, kuliah dan ngurus keluarga.
Untuk itulah saya acungkan jempol untuk nyonya, ia bisa membagi waktu dengan cukup baik.
Mana waktu untuk keluarga, pekerjaan dan kuliah. Untuk itulah saya hadir, mengurangi waktu yang kurang produktif lalu mengalokasikannya untuk supporting system kesuksesan si nyonya.
Coba aja bayangin! Repotnya minta ampun. Tugas ini, tugas itu, waktu yang dimiliki ya terbatas, 24 jam tok. Tidak akan cukup hanya bermodalkan niat, disiplin, dan dana saja.
Butuh juga orang-orang yang mendukung langkah dalam menempuh pendidikan. Bisa memahami dan meringankan beban yang dipikul.
Salah satu supporting system yang saya bangun untuk istri adalah fasilitas akademik online. Misalnya, nyonya butuh katalog buku, saya suruh install aplikasi ipusnas. Aplikasi online perpustakaan nasional yang menyediakan jutaan buku.
Buku-buku langka, buku jurnal yang edisi terbatas, tersedia melimpah. Bahkan, dosennya juga kaget, beliau tidak tahu ada fasilitas tersebut dari perpusnas.
Papah Muda dan Prioritas
Prioritas hidup itu penting untuk diperjuangkan. Prioritas hidup menentukan apa yang akan diraih dalam hidup yang singkat ini.
Prioritas hidup juga sebuah keputusan. Keputusan yang dipengaruhi oleh pengalaman, cara memandang, pola asuh, dan lingkungan yang di tempati.
Seperti prioritas hidup saya, punya anak dan menjadi supporting system untuk kelulusan istri. Itu didasari oleh memori ingatan dan nilai-nilai yang dipegang.
Untuk jangka pendek, hal yang mendasar yang ingin saya capai ya dua hal itu. Bagi saya, hal lain bukan sesuatu yang harus saya perjuangkan.
Menjadi seorang papah muda bukan saja bahagia, tapi tentang kesempurnaan. Saya merasa menjadi seorang pria sejati.
Banyak hal yang harus saya pelajari, saya perlu mengembangkan diri. Upgrading. Belajar pola asuh. Belajar memperbaiki sikap, pengen menjadi teladan bagi anak. Lebih menghargai waktu.
Yang paling krusial adalah datangnya perasaan was-was, apakah saya bisa menjaga, mendukung, bertanggung-jawab dengan masa depannya.
Biaya hidup, gaya hidup, dan biaya sekolah, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Saya tentu tidak rida, senasib dengan ayahnya yang tidak punya dukungan penuh untuk mempersiapkan masa depan.
Hanya bermodalkan faktor hoki dan untung-untungan. Untung dapat beasiswa. Hoki dipercaya orang. Orangtua hanya mendorong lewat doa yang tak terputus tiap malam. Bibirnya basah oleh dzikir-dzikir permohonan kepada Tuhan.
Tanpa adanya dukungan modal sosial dan modal finansial. Pengalaman itu bagi saya amat pahit. Sesak di dada. Keterbatasan itu membuat saya lama tumbuh dan berkembang.
Memori ingatan itu membekas. Dalam-dalam sekali. Saya tidak mau dialami lagi oleh anak. Cukup terjadi pada saya. Jangan sampai terjadi lagi.
***
Tulisan ini diracik bukan tentang parenting. Papah muda dan prioritas hidup adalah dua hal beda. Opini ini tentu subyektif dan tidak menutup kemungkinan adanya silang pendapat.
**
Baru-baru ini ada beberapa pertanyaan dari teman dan kenalan. Kok, sekarang nggak aktif lagi? Kemana aja? Jarang ketemu.
Jawaban basa-basi ya cuma njawab, kan lagi pandemi, ada, nggak ke mana-mana, di rumah aja.
Jawaban seriusnya sih apa? Ya ini mau saya ocekin. Sejujurnya ini soal prioritas hidup.
Sehabis nikah, memang niat banget pengen segera punya momongan. Apa mau dikata, harapan dan kenyataan tidak sesuai apa yang dipengeni.
Dua kali keguguran terus. Sempet berpikir, kok punya anak susah banget ya. Lah, mereka yang hamil duluan, masih abegeh, kok jago banget ya. Bisa langsung punya anak, padahal tidak disengaja, tapi bisa hamil dan punya anak.
Saya yang niat, pengen gendong anak. Susahnya minta ampun. Dari situ, saya mulai mengubah pola pikir. Anak itu ya memang titipan. Anak itu rejeki yang tiada duanya.
Melihat senyum menggodanya, hilang semua beban di pundak. Itu kebahagiaan tersendiri.
Memiliki momongan adalah prioritas utama saya setelah menikah. Berhubung istri juga sedang kuliah, fokus lainnya ya bagaimana istri bisa lulus.
Kerja, Kuliah & Ngurus Anak
Saya sangat sadar betapa repotnya membagi waktu untuk kerja, kuliah dan ngurus keluarga.
Untuk itulah saya acungkan jempol untuk nyonya, ia bisa membagi waktu dengan cukup baik.
Mana waktu untuk keluarga, pekerjaan dan kuliah. Untuk itulah saya hadir, mengurangi waktu yang kurang produktif lalu mengalokasikannya untuk supporting system kesuksesan si nyonya.
Coba aja bayangin! Repotnya minta ampun. Tugas ini, tugas itu, waktu yang dimiliki ya terbatas, 24 jam tok. Tidak akan cukup hanya bermodalkan niat, disiplin, dan dana saja.
Butuh juga orang-orang yang mendukung langkah dalam menempuh pendidikan. Bisa memahami dan meringankan beban yang dipikul.
Salah satu supporting system yang saya bangun untuk istri adalah fasilitas akademik online. Misalnya, nyonya butuh katalog buku, saya suruh install aplikasi ipusnas. Aplikasi online perpustakaan nasional yang menyediakan jutaan buku.
Buku-buku langka, buku jurnal yang edisi terbatas, tersedia melimpah. Bahkan, dosennya juga kaget, beliau tidak tahu ada fasilitas tersebut dari perpusnas.
Papah Muda dan Prioritas
Prioritas hidup itu penting untuk diperjuangkan. Prioritas hidup menentukan apa yang akan diraih dalam hidup yang singkat ini.
Prioritas hidup juga sebuah keputusan. Keputusan yang dipengaruhi oleh pengalaman, cara memandang, pola asuh, dan lingkungan yang di tempati.
Seperti prioritas hidup saya, punya anak dan menjadi supporting system untuk kelulusan istri. Itu didasari oleh memori ingatan dan nilai-nilai yang dipegang.
Untuk jangka pendek, hal yang mendasar yang ingin saya capai ya dua hal itu. Bagi saya, hal lain bukan sesuatu yang harus saya perjuangkan.
Menjadi seorang papah muda bukan saja bahagia, tapi tentang kesempurnaan. Saya merasa menjadi seorang pria sejati.
Banyak hal yang harus saya pelajari, saya perlu mengembangkan diri. Upgrading. Belajar pola asuh. Belajar memperbaiki sikap, pengen menjadi teladan bagi anak. Lebih menghargai waktu.
Yang paling krusial adalah datangnya perasaan was-was, apakah saya bisa menjaga, mendukung, bertanggung-jawab dengan masa depannya.
Biaya hidup, gaya hidup, dan biaya sekolah, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Saya tentu tidak rida, senasib dengan ayahnya yang tidak punya dukungan penuh untuk mempersiapkan masa depan.
Hanya bermodalkan faktor hoki dan untung-untungan. Untung dapat beasiswa. Hoki dipercaya orang. Orangtua hanya mendorong lewat doa yang tak terputus tiap malam. Bibirnya basah oleh dzikir-dzikir permohonan kepada Tuhan.
Tanpa adanya dukungan modal sosial dan modal finansial. Pengalaman itu bagi saya amat pahit. Sesak di dada. Keterbatasan itu membuat saya lama tumbuh dan berkembang.
Memori ingatan itu membekas. Dalam-dalam sekali. Saya tidak mau dialami lagi oleh anak. Cukup terjadi pada saya. Jangan sampai terjadi lagi.
***
Via
Pribadi
Posting Komentar