Opini
Pertunjukan wayang kulit Langen Budaya pimpinan dalang Anom Rusdi pernah mengangkat lakon berjudul 'Jaka Intip'. Sebuah lakon carang yang berkisah tentang Cungkring punya anak. Anaknya ini dicipta dari kerak nasi.
Anak putu semar sudah seminggu ditinggal. Ia sedang bertugas di majikan pendawa. Anak-anaknya ribut bersilat lidah. Mereka berkeluh kesah, hidupnya susah dan miskin. Untuk makan saja tidak ada. Beras di pedaringan tinggal segantang. Mana cukup dimakan delapan orang.
Meski mengomel, beras itu tetap dimasak. Setelah matang, anak putu semar yang delapan orang itu berebut nasi. Merekapun berlomba, siapa yang menang boleh memakannya. Yang ini ngotot, yang itu maksa. Nasi yang dimasak malah jadi kerak.
Dari kerak nasi ini jadilah ksatria pilih tanding. Sakti mandraguna. Jaka Intip namanya, jaka adalah pemuda, intip adalah sebutan kerak nasi. Kemudian dengan kesaktiannya, Desa Karang Tumaritis, disulap menjadi keraton yang megah.
Apa yang dilakukan Jaka Intip merupakan kritikan pedas kepada majikan Semar. Pendawa selama ini tidak pernah memperhatikan keluarga Semar yang telah lama mengabdi. Jangankan untuk sekolah, sekedar makan saja susah.
Lakon Carang sebagai Kritik Sosial
Lakon di atas merupakan lakon carang. Lakon yang tetap menampilkan tokoh-tokoh dalam lakon galur. Akan tetapi sengaja alur ceritanya dibuat baru. Para dalang sengaja mengarang lakon carang untuk tujuan pendidikan, kritik sosial maupun ajaran spiritualisme.
Kisah Sindiran; Lakon Carang Jaka Intip
Ringkasan Lakon
Anak putu semar sudah seminggu ditinggal. Ia sedang bertugas di majikan pendawa. Anak-anaknya ribut bersilat lidah. Mereka berkeluh kesah, hidupnya susah dan miskin. Untuk makan saja tidak ada. Beras di pedaringan tinggal segantang. Mana cukup dimakan delapan orang.
Meski mengomel, beras itu tetap dimasak. Setelah matang, anak putu semar yang delapan orang itu berebut nasi. Merekapun berlomba, siapa yang menang boleh memakannya. Yang ini ngotot, yang itu maksa. Nasi yang dimasak malah jadi kerak.
Dari kerak nasi ini jadilah ksatria pilih tanding. Sakti mandraguna. Jaka Intip namanya, jaka adalah pemuda, intip adalah sebutan kerak nasi. Kemudian dengan kesaktiannya, Desa Karang Tumaritis, disulap menjadi keraton yang megah.
Apa yang dilakukan Jaka Intip merupakan kritikan pedas kepada majikan Semar. Pendawa selama ini tidak pernah memperhatikan keluarga Semar yang telah lama mengabdi. Jangankan untuk sekolah, sekedar makan saja susah.
Lakon Carang sebagai Kritik Sosial
Lakon di atas merupakan lakon carang. Lakon yang tetap menampilkan tokoh-tokoh dalam lakon galur. Akan tetapi sengaja alur ceritanya dibuat baru. Para dalang sengaja mengarang lakon carang untuk tujuan pendidikan, kritik sosial maupun ajaran spiritualisme.
Begitupun dalam lakon ini, Jaka Intip putra Cungkring menggugat kepada Pendawa. Hidup ini tidak adil. Kesusahan dan kemelaratan terus menempel betah pada keluarga Semar. Keluarga ini sudah lama mengabdi. Tapi soal kesejahteraannya tidak pernah menjadi perhatian majikan Pendawa.
Lakon ini menyindir hubungan bujang dan majikan yang tidak setara. Terjadi eksploitasi terhadap pegawai. Kisah seperti ini masyhur di masyarakat. Kita mengenalnya dengan konsep perbudakan. Ada sistem kerja rodi, sistem kerja romusha.
Sekarang pun, cerita beginian masih sering kita temukan dalam berita. Ada tenaga kerja Indonesia yang tidak dibayar oleh majikan. Ada guru honor yang dibayar murah. Udah murah gajinya dirapel pula selama tiga bulan.
***
Via
Opini
Posting Komentar