Cerbung
Berita gugurnya Dipati Karna sampai ke telinga Prabu Suyudana. Dikumpulkanlah Bala Korawa. Ada Prabu Salya, Patih Sengkuni, Raden Arya Dursasana dan Sotayu.
Raja Astina mengawali obrolan. Waktu masih panjang, baru setengah hari. Siapa yang akan melanjutkan bratayuda menjadi senapati?
Arya Dursasana langsung mengajukan diri menjadi senapati. Panglima perang Astina berikutnya di Tegal Kurusetra.
Arya Banjar Jumut maju dikawal oleh Sotayu menantang Bala Pendawa. Majunya Banjar Jumut ke medan perang, Kresna langsung memerintahkan Bimasena untuk meladeninya.
Jaya Jambakan
Tanding antara Senapati Astina Dursasana dan Senapati Pendawa Bimasena memasuki babak Jaya Jambakan.
Jayasena maju membawa senjata tombak barga wastra. Dicekal oleh Sotayu. Duel diantara mereka tidak seimbang. Saat lengah Sotayu langsung dihantam tombak andalan Jayasena. Kepalanya masuk ke tanah dan kakinya ke atas.
Arya Dursasana datang menantang dengan membawa tombak robala yang beratnya satu kwintal. Sedang tombak barga wastra milik Bima beratnya dua kwintal. Tombak ini adalah warisan dari Rama Bergawa yang bergelar Rama Parasu.
Mereka berdua beradu tombak, berpencak silat, ya nendang ya nyikut. Ketika Dursasana ditangkap selalu bisa melepaskan diri. Ia memiliki ilmu aji welut putih. Tubuhnya licin. Makanya digelari Arya Banjar Jumut.
Dursasana lari ke timur, dikejar ke timur. Lari ke barat dikejar ke barat. Bolak-balik terus menyebrangi Bengawan Silo Gangga.
Kresna tak kehabisan akal. Ia mengubah wujud menjadi buaya bengawan. Saat Dursasana mau menyebrang ia kaget ada buaya. Kesempatan ini tak disia-siakan Bima.
Dursasana langsung dijambak rambutnya. Ia tak berkutik. Tak bisa lepas. Mirip rusa yang keterkam macan. Dursasana mohon ampun. Merayu Bima untuk melepasnya. Bima tak bergeming, malah mengangkat tubuh Dursasana ke atas.
Prabu Suyudana dan Patih Sengkuni mendengar suara minta tolong Dursasana. Mereka datang dan menggelitiki Bima. Suyudana di ketiak kanan. Sengkuni di ketiak kiri. Saking gelinya Bima pun tertawa.
Merasa terusik oleh kehadiran mereka. Bima langsung menendang Suyudana dan Sengkuni hingga terpental sejauh mata memandang. Dursasana makin putus asa. Lehernya dicekik.
Bima teringat sumpah dulu waktu lakon judi kuclak. Negara sampai dibuat taruhan. Dewi Drupadi, istri Prabu Darmakusuma diulur-ulur pakaiannya oleh Dursasana. Bima pada saat itu langsung bersumpah akan mengulur-ulur usus Dursasana.
Perut Dursasana langsung ditubles dengan kuku pancanaka. Tajamnya kuku Bima, tipisnya perut Dursasana keluarlah usus dan darah yang mengucur.
Ingat lakon Bima Sraya, Begawan Abiyasa ditarik-tarik jubahnya menambah murka adik Darmakusuma itu. Isi perutnya dikeluarkan semua.
Dursasana mirip ikan yang sedang diolah. Jeroan dibuang semua. Tubuhnya lalu dilempar. Kebetulan jatuh di punggung Suyudana. Dikiranya masih hidup. Dursasana masih saja digendong.
Sewaktu dilihat oleh Sengkuni, dari tubuh Dursasana mengalir darah seperti rintik-rintik hujan. Menetes terus. Suyudana makin geram. Melihat adiknya mati mengenaskan. Suyudana ingin balas dendam. Namun dicegah oleh istrinya.
Bima puas setelah melaksanakan sumpahnya. Dewi Drupadi datang meminta darah Dursasana. Permaisuri Prabu Darmakusuma itu pun sama, ingin melaksanakan sumpahnya. Waktu kalah taruhan judi kuclak, dirinya bersumpah tidak akan menggelung rambut sebelum mandi keramas darah Dursasana.
Aduh kakak ipar, Dursasana sudah saya lempar ke Suyudana. Tapi, ini ada sisa darah di kumis dan jenggot. Biarlah saya peras dulu.
Darah hasil perasan itu hanya sedikit. Tidak lebih dari semangkuk. Drupadi pun langsung mandi keramas. Kini, rambutnya sudah kembali digelung.
Hari sudah sore, matahari mulai masuk ke peraduannya. Perang Jaya Binangun pun diberhentikan untuk sementara. Tanceb kayon.
***
Jaya Jambakan (Dursasana Gugur)
Berita gugurnya Dipati Karna sampai ke telinga Prabu Suyudana. Dikumpulkanlah Bala Korawa. Ada Prabu Salya, Patih Sengkuni, Raden Arya Dursasana dan Sotayu.
Raja Astina mengawali obrolan. Waktu masih panjang, baru setengah hari. Siapa yang akan melanjutkan bratayuda menjadi senapati?
Arya Dursasana langsung mengajukan diri menjadi senapati. Panglima perang Astina berikutnya di Tegal Kurusetra.
Arya Banjar Jumut maju dikawal oleh Sotayu menantang Bala Pendawa. Majunya Banjar Jumut ke medan perang, Kresna langsung memerintahkan Bimasena untuk meladeninya.
Jaya Jambakan
Tanding antara Senapati Astina Dursasana dan Senapati Pendawa Bimasena memasuki babak Jaya Jambakan.
Jayasena maju membawa senjata tombak barga wastra. Dicekal oleh Sotayu. Duel diantara mereka tidak seimbang. Saat lengah Sotayu langsung dihantam tombak andalan Jayasena. Kepalanya masuk ke tanah dan kakinya ke atas.
Arya Dursasana datang menantang dengan membawa tombak robala yang beratnya satu kwintal. Sedang tombak barga wastra milik Bima beratnya dua kwintal. Tombak ini adalah warisan dari Rama Bergawa yang bergelar Rama Parasu.
Mereka berdua beradu tombak, berpencak silat, ya nendang ya nyikut. Ketika Dursasana ditangkap selalu bisa melepaskan diri. Ia memiliki ilmu aji welut putih. Tubuhnya licin. Makanya digelari Arya Banjar Jumut.
Dursasana lari ke timur, dikejar ke timur. Lari ke barat dikejar ke barat. Bolak-balik terus menyebrangi Bengawan Silo Gangga.
Kresna tak kehabisan akal. Ia mengubah wujud menjadi buaya bengawan. Saat Dursasana mau menyebrang ia kaget ada buaya. Kesempatan ini tak disia-siakan Bima.
Dursasana langsung dijambak rambutnya. Ia tak berkutik. Tak bisa lepas. Mirip rusa yang keterkam macan. Dursasana mohon ampun. Merayu Bima untuk melepasnya. Bima tak bergeming, malah mengangkat tubuh Dursasana ke atas.
Prabu Suyudana dan Patih Sengkuni mendengar suara minta tolong Dursasana. Mereka datang dan menggelitiki Bima. Suyudana di ketiak kanan. Sengkuni di ketiak kiri. Saking gelinya Bima pun tertawa.
Merasa terusik oleh kehadiran mereka. Bima langsung menendang Suyudana dan Sengkuni hingga terpental sejauh mata memandang. Dursasana makin putus asa. Lehernya dicekik.
Bima teringat sumpah dulu waktu lakon judi kuclak. Negara sampai dibuat taruhan. Dewi Drupadi, istri Prabu Darmakusuma diulur-ulur pakaiannya oleh Dursasana. Bima pada saat itu langsung bersumpah akan mengulur-ulur usus Dursasana.
Perut Dursasana langsung ditubles dengan kuku pancanaka. Tajamnya kuku Bima, tipisnya perut Dursasana keluarlah usus dan darah yang mengucur.
Ingat lakon Bima Sraya, Begawan Abiyasa ditarik-tarik jubahnya menambah murka adik Darmakusuma itu. Isi perutnya dikeluarkan semua.
Dursasana mirip ikan yang sedang diolah. Jeroan dibuang semua. Tubuhnya lalu dilempar. Kebetulan jatuh di punggung Suyudana. Dikiranya masih hidup. Dursasana masih saja digendong.
Sewaktu dilihat oleh Sengkuni, dari tubuh Dursasana mengalir darah seperti rintik-rintik hujan. Menetes terus. Suyudana makin geram. Melihat adiknya mati mengenaskan. Suyudana ingin balas dendam. Namun dicegah oleh istrinya.
Bima puas setelah melaksanakan sumpahnya. Dewi Drupadi datang meminta darah Dursasana. Permaisuri Prabu Darmakusuma itu pun sama, ingin melaksanakan sumpahnya. Waktu kalah taruhan judi kuclak, dirinya bersumpah tidak akan menggelung rambut sebelum mandi keramas darah Dursasana.
Aduh kakak ipar, Dursasana sudah saya lempar ke Suyudana. Tapi, ini ada sisa darah di kumis dan jenggot. Biarlah saya peras dulu.
Darah hasil perasan itu hanya sedikit. Tidak lebih dari semangkuk. Drupadi pun langsung mandi keramas. Kini, rambutnya sudah kembali digelung.
Hari sudah sore, matahari mulai masuk ke peraduannya. Perang Jaya Binangun pun diberhentikan untuk sementara. Tanceb kayon.
***
Via
Cerbung
Posting Komentar