Cerbung
Dewa Kamanusan Kresna Padmanegara memulai obrolan. Sekarang sudah masuk episode jaya perbangsa. Demikianlah saya lihat gambar yang keluar dalam Kitab Ogan Lopian.
Senapati Astina dipegang Dipati Karna, sedang Senapati Pendawa adalah Raden Gatot Gaca.
Apakah dirimu sudah siap?
Saya siap. Cuma saya mau ijin pamit dulu menemui ibu Dewi Arimbi.
Setelah diijinkan Gatot Gaca langsung pergi ke negeri Plawangan meminta restu ibunya.
Plawangan
Dewi Arimbi sedang memanjatkan doa kepada para dewa. Putra tercintanya agar menang dalam perang bratayuda menghadapi Dipati Karna.
Gatot Gaca langsung bersimpuh di depan ibunya. Memohon restu menjadi senapati Pendawa melawan Rama Uwak Dipati Karna.
Dewi Arimbi hanya menangis tersedu-sedu. Ia mengingat waktu dulu lakon jabang tetuka. Gatot Gaca lahir. Puser si jabang dipotong dengan werangka senjata konta wijaya milik Dipati Karna. Meski curiga mungkin sudah suratan takdir.
Dipati Karna sewaktu muda dipanggil dengan sebutan Aradea yang mengajari Gatot Gaca aji gelap sewu. Keampuhannya bisa mengubah cuaca. Siang jadi malam. Terang jadi mendung. Mendatangkan petir dan guntur.
Selanjutnya Gatot Gaca menaiki kreta aswa boja. Kereta yang ditarik ular naga. Rodanya terbuat dari naga. Serba dibuat dari ular naga. Dikusiri oleh Dewi Napsikah putri dari Begawan Sekarpa. Kereta ini dulunya kendaraan Naga Percona.
Jaya Suluhan
Di Tegal Kurusetra Gatot Gaca merapal mantra aji gelap sewu. Mendadak hari berubah jadi gelap gulita. Dibarengi hujan angin. Petir dan guntur silih berganti menghantam para prajurit hulubalang Bala Korawa.
Banyak yang meninggal dari Bala Korawa. Dari Dur Manggala, Dur Manggati, Dur Netra, Ekacitra, Citrayuda, Citrawicik, Carucitra, Jayawikata, Yuningyuta. Semua terkena semburan racun kereta naga.
Yang masih hidup masing-masing membawa obor. Suasana medan perang gelap gulita. Keadaan ini disebut Jaya Suluhan.
Dari pinggir Tegal Kurusetra datang pasukan dari Gua Barong. Putra dari Prabu Jatasura dan Jatagini yang bernama Kala Srenggi. Ia ingin membalas dendam kepada anak turunan Bimasena yang telah menyebabkan orangtuanya mati.
Kedatangan Bala Gua Barong dihadang oleh Bambang Erawan. Ia ingin membela orangtuanya Arjuna. Ternyata yang menjadi senapati adalah Gatot Gaca. Tak mundur ia langsung menahan Kala Srenggi.
Pertandingan diantara mereka tidak seimbang. Bambang Erawan langsung dicekik lehernya. Gugur Bunga di medan perang. Kala Srenggi merengsek terus ke tengah.
Melihat Bambang Erawan mati di tangan Kala Srenggi membuat Gatot Gaca mengamuk. Pasukan Gua Barong dibabat habis kereta naga milik Gatot Gaca.
Jaya Perbangsa
Bala Korawa yang melihat amukan senapati Pendawa geger. Lari tunggang langgang menyelamatkan diri.
Melihat keadaan yang terdesak. Dipati Karna tampil menghadapi Gatot Gaca. Menaiki Kreta Si Bonglot dan membawa senjata kontawijaya.
Gatot Gaca mengetahui kalau Rama Uwak Dipati Karna akan melepaskan senjata konta. Ia langsung bersembunyi terbang ke awan. Melihat Gatot Gaca kabur Dipati Karna langsung melepaskan senjata andalannya itu.
Senjata kontawijaya tidak bisa menembus awan, di mana Gatot Gaca bersembunyi. Lalu, muncul jiwa Kala Kantung yang dibunuh oleh Gatot Gaca. Waktu itu Kala Kantung diperintah untuk menyusul Abimanyu ke Wirata. Lantaran istri Abimanyu menangis terus-terusan.
Setelah bolak-balik Wirata-Plawangan sampai tiga kali tidak berhasil. Kala Kantung menolak untuk melakukannya lagi. Ia langsung dihukum mati oleh Gatot Gaca. Hari ini jiwa Kala Kantung ingin balas dendam.
Utang sakit bayar sakit. Utang nyawa bayar nyawa. Senjata konta dirasuki jiwa Kala Kantung. Kontawijaya langsung menusuk masuk pusar Gatot Gaca.
Menyebabkan sang senapati gugur bunga di medan perang. Dari raga Gatot Gaca keluar jiwa Bambang Sumantri. Jiwa Kala Kantung berubah menjadi jiwa Sokasrana.
Dulu sewaktu lakon Patih Suwanda dari Negara Maespati yang mati di tangan Prabu Dasamuka. Suratan takdir menyebutkan Sumantri dan Sokasrana belum saatnya mati. Jadi mereka mencari raga yang kosong.
Waktu lakon jabang tetuka yang digodog di Kawah Candradimuka. Sumantri masuk ke raga Gatot Gaca. Sokasrana masuk ke raga Kala Kantung. Mereka berdua adalah dwitunggal. Satu belahan jiwa. Tidak mau dipisah.
Tubuh Gatot Gaca jatuh mengenai kreta Si Bonglot. Dipati Karna menghindar melompat. Keretanya hancur berkeping-keping.
Berita Gatot Gaca gugur menyebar ke Bala Pendawa. Dewi Arimbi langsung membuat perapian untuk menyempurnakan jenazah putranya itu. Atas rasa cinta dan kasih yang mendalam. Dewi Arimbi ikut disucikan. Anak dan ibu mati bersama.
Bimasena menahan amarah. Menggeram, menggigit giginya sendiri. Sedih, hatinya hancur berkeping-keping. Tak bisa berkata-kata. Ingin langsung membalas dendam kepada Dipati Karna.
Kehendak itu dicegah oleh Kresna. Ini adalah suratan takdir. Putramu harus mati di tangan Dipati Karna.
Bimasena langsung menyadari. Waktu juga sudah sore. Matahari mulai terbenam. Perang jaya binangun harus diberhentikan untuk sementara. Tanceb kayon.
***
Jaya Perbangsa (Gatot Gaca Gugur)
Dewa Kamanusan Kresna Padmanegara memulai obrolan. Sekarang sudah masuk episode jaya perbangsa. Demikianlah saya lihat gambar yang keluar dalam Kitab Ogan Lopian.
Senapati Astina dipegang Dipati Karna, sedang Senapati Pendawa adalah Raden Gatot Gaca.
Apakah dirimu sudah siap?
Saya siap. Cuma saya mau ijin pamit dulu menemui ibu Dewi Arimbi.
Setelah diijinkan Gatot Gaca langsung pergi ke negeri Plawangan meminta restu ibunya.
Plawangan
Dewi Arimbi sedang memanjatkan doa kepada para dewa. Putra tercintanya agar menang dalam perang bratayuda menghadapi Dipati Karna.
Gatot Gaca langsung bersimpuh di depan ibunya. Memohon restu menjadi senapati Pendawa melawan Rama Uwak Dipati Karna.
Dewi Arimbi hanya menangis tersedu-sedu. Ia mengingat waktu dulu lakon jabang tetuka. Gatot Gaca lahir. Puser si jabang dipotong dengan werangka senjata konta wijaya milik Dipati Karna. Meski curiga mungkin sudah suratan takdir.
Dipati Karna sewaktu muda dipanggil dengan sebutan Aradea yang mengajari Gatot Gaca aji gelap sewu. Keampuhannya bisa mengubah cuaca. Siang jadi malam. Terang jadi mendung. Mendatangkan petir dan guntur.
Selanjutnya Gatot Gaca menaiki kreta aswa boja. Kereta yang ditarik ular naga. Rodanya terbuat dari naga. Serba dibuat dari ular naga. Dikusiri oleh Dewi Napsikah putri dari Begawan Sekarpa. Kereta ini dulunya kendaraan Naga Percona.
Jaya Suluhan
Di Tegal Kurusetra Gatot Gaca merapal mantra aji gelap sewu. Mendadak hari berubah jadi gelap gulita. Dibarengi hujan angin. Petir dan guntur silih berganti menghantam para prajurit hulubalang Bala Korawa.
Banyak yang meninggal dari Bala Korawa. Dari Dur Manggala, Dur Manggati, Dur Netra, Ekacitra, Citrayuda, Citrawicik, Carucitra, Jayawikata, Yuningyuta. Semua terkena semburan racun kereta naga.
Yang masih hidup masing-masing membawa obor. Suasana medan perang gelap gulita. Keadaan ini disebut Jaya Suluhan.
Dari pinggir Tegal Kurusetra datang pasukan dari Gua Barong. Putra dari Prabu Jatasura dan Jatagini yang bernama Kala Srenggi. Ia ingin membalas dendam kepada anak turunan Bimasena yang telah menyebabkan orangtuanya mati.
Kedatangan Bala Gua Barong dihadang oleh Bambang Erawan. Ia ingin membela orangtuanya Arjuna. Ternyata yang menjadi senapati adalah Gatot Gaca. Tak mundur ia langsung menahan Kala Srenggi.
Pertandingan diantara mereka tidak seimbang. Bambang Erawan langsung dicekik lehernya. Gugur Bunga di medan perang. Kala Srenggi merengsek terus ke tengah.
Melihat Bambang Erawan mati di tangan Kala Srenggi membuat Gatot Gaca mengamuk. Pasukan Gua Barong dibabat habis kereta naga milik Gatot Gaca.
Jaya Perbangsa
Bala Korawa yang melihat amukan senapati Pendawa geger. Lari tunggang langgang menyelamatkan diri.
Melihat keadaan yang terdesak. Dipati Karna tampil menghadapi Gatot Gaca. Menaiki Kreta Si Bonglot dan membawa senjata kontawijaya.
Gatot Gaca mengetahui kalau Rama Uwak Dipati Karna akan melepaskan senjata konta. Ia langsung bersembunyi terbang ke awan. Melihat Gatot Gaca kabur Dipati Karna langsung melepaskan senjata andalannya itu.
Senjata kontawijaya tidak bisa menembus awan, di mana Gatot Gaca bersembunyi. Lalu, muncul jiwa Kala Kantung yang dibunuh oleh Gatot Gaca. Waktu itu Kala Kantung diperintah untuk menyusul Abimanyu ke Wirata. Lantaran istri Abimanyu menangis terus-terusan.
Setelah bolak-balik Wirata-Plawangan sampai tiga kali tidak berhasil. Kala Kantung menolak untuk melakukannya lagi. Ia langsung dihukum mati oleh Gatot Gaca. Hari ini jiwa Kala Kantung ingin balas dendam.
Utang sakit bayar sakit. Utang nyawa bayar nyawa. Senjata konta dirasuki jiwa Kala Kantung. Kontawijaya langsung menusuk masuk pusar Gatot Gaca.
Menyebabkan sang senapati gugur bunga di medan perang. Dari raga Gatot Gaca keluar jiwa Bambang Sumantri. Jiwa Kala Kantung berubah menjadi jiwa Sokasrana.
Dulu sewaktu lakon Patih Suwanda dari Negara Maespati yang mati di tangan Prabu Dasamuka. Suratan takdir menyebutkan Sumantri dan Sokasrana belum saatnya mati. Jadi mereka mencari raga yang kosong.
Waktu lakon jabang tetuka yang digodog di Kawah Candradimuka. Sumantri masuk ke raga Gatot Gaca. Sokasrana masuk ke raga Kala Kantung. Mereka berdua adalah dwitunggal. Satu belahan jiwa. Tidak mau dipisah.
Tubuh Gatot Gaca jatuh mengenai kreta Si Bonglot. Dipati Karna menghindar melompat. Keretanya hancur berkeping-keping.
Berita Gatot Gaca gugur menyebar ke Bala Pendawa. Dewi Arimbi langsung membuat perapian untuk menyempurnakan jenazah putranya itu. Atas rasa cinta dan kasih yang mendalam. Dewi Arimbi ikut disucikan. Anak dan ibu mati bersama.
Bimasena menahan amarah. Menggeram, menggigit giginya sendiri. Sedih, hatinya hancur berkeping-keping. Tak bisa berkata-kata. Ingin langsung membalas dendam kepada Dipati Karna.
Kehendak itu dicegah oleh Kresna. Ini adalah suratan takdir. Putramu harus mati di tangan Dipati Karna.
Bimasena langsung menyadari. Waktu juga sudah sore. Matahari mulai terbenam. Perang jaya binangun harus diberhentikan untuk sementara. Tanceb kayon.
***
Via
Cerbung
Posting Komentar