Cerbung
Pendawa kedatangan tamu Dewa Kamanusan Kresna Padmanegara dan Ki Semar sepanak putu. Patih Sencaki mengawali obrolan bahwa besok yang menjadi senapati Astina adalah Dipati Karna.
Dewa Kamanusan dengan cekatan langsung membuka Kitab Ogan Lopian episode perang jaya binangun. Muncul gambar jaya tandingan, Senapati Astina Dipati Karna dan Senapati Pendawa Raden Arjuna.
Sayangnya Raden Arjuna tidak mau berperang dengan Sang Kakak. Lalu pergi meningkalkan perkemahan bala Pendawa.
Semar prihatin melihat Gusti Dwarawati yang lepas tanggung jawab itu. Bila tidak ada senapati, ini alamat kubu Astina yang akan menang.
Kresna mengajukan Dewi Srikandi untuk menggantikan posisi suaminya menjadi senapati. Srikandi menyanggupi. Rapat pun dianggap cukup. Sumangga, Bala Pendawa silakan beristirahat untuk memulihkan stamina.
Sedang Sencaki diperintah oleh Dewa Kamanusan untuk menjaga dan patroli barangkali ada penyusup dari Bala Korawa. Cungkring sepanakawan ikut membantu Raden Sencaki.
Negara Astina
Raden Wersasena sedang bersama dua pengawalnya, Jinggan Anom dan Jinggan Bala. Setelah kematian Raden Pancakomara, putra mahkota Astina adalah Wersasena. Kemanapun pergi selalu dikawal.
Jaya Tandingan (Karna Gugur)
Pendawa kedatangan tamu Dewa Kamanusan Kresna Padmanegara dan Ki Semar sepanak putu. Patih Sencaki mengawali obrolan bahwa besok yang menjadi senapati Astina adalah Dipati Karna.
Dewa Kamanusan dengan cekatan langsung membuka Kitab Ogan Lopian episode perang jaya binangun. Muncul gambar jaya tandingan, Senapati Astina Dipati Karna dan Senapati Pendawa Raden Arjuna.
Sayangnya Raden Arjuna tidak mau berperang dengan Sang Kakak. Lalu pergi meningkalkan perkemahan bala Pendawa.
Semar prihatin melihat Gusti Dwarawati yang lepas tanggung jawab itu. Bila tidak ada senapati, ini alamat kubu Astina yang akan menang.
Kresna mengajukan Dewi Srikandi untuk menggantikan posisi suaminya menjadi senapati. Srikandi menyanggupi. Rapat pun dianggap cukup. Sumangga, Bala Pendawa silakan beristirahat untuk memulihkan stamina.
Sedang Sencaki diperintah oleh Dewa Kamanusan untuk menjaga dan patroli barangkali ada penyusup dari Bala Korawa. Cungkring sepanakawan ikut membantu Raden Sencaki.
Negara Astina
Raden Wersasena sedang bersama dua pengawalnya, Jinggan Anom dan Jinggan Bala. Setelah kematian Raden Pancakomara, putra mahkota Astina adalah Wersasena. Kemanapun pergi selalu dikawal.
Suami dari Dewi Darmawati yang sedang hamil itu memohon kepada pengawalnya.
Paman, besok ayahanda Dipati Karna akan menjadi senapati Astina yang akan bertarung dengan Arjuna. Tolonglah malam ini antar saya menuju Tegal Kurusetra. Malam ini saya akan bunuh dia.
Duo Jinggan melarang Wersasena untuk pergi. Dua pengawalnya dimarahi habis-habisan. Melihat majikannya memaksa, mereka turut mengikuti dari belakang. Sekitar pukul 12 malam Wersasena tiba di lapangan perang tersebut. Raden Wersasena dengan lantang mengajak Arjuna duel meladeninya.
Hei Arjuna, keluarlah! Hadapilah saya kalau berani. Jangan melawan ayahanda Dipati Karna dulu, hadapi saya dulu.
Mendengar tantangan dari Wersasena, Patih Sencaki dan Cungkring sepanakawan langsung mendatangi.
Hei Wersasena, ini masih gelap gulita. Bukan waktu perang. Pulanglah saja! Berisik tahu. Ganggu orang istirahat.
Hei Sencaki si cebol. Saya sedang bicara dengan Arjuna. Bukan kamu. Suruh Arjuna ke sini.
Wah kurang ajar! Patih Sencaki langsung murka dibilang si cebol. Ia langsung mengeluarkan pusaka andalan. Gada cendanasari. Dipukulah kepala Wersasena. Hancur berkeping-keping langsung mati. Jenazah Wersasena pun dibawa oleh dua pengawalnya ke Astina.
Puri Senapati
Dipati Karna sedang bermesraan dengan istrinya Dewi Surtikanti. Menyiapkan segala keperluan perang besok.
Jika besok kanda menang kita akan bertemu kembali. Sebaliknya jika kalah, ini adalah pertemuan terakhir kita, dinda Surti.
Mendengar suara hati suaminya yang lirih penuh cinta. Surtikanti bertekad melayani suaminya sebaik mungkin. Darahnya berdesir. Rasa sayangnya membuncah. Ia langsung menunggangi suaminya.
Keasyikan mereka diganggu saat dua pengawal datang membawa kabar putranya meninggal. Jinggan Anom dan Jinggan Bala kena murka Dipati Karna. Mereka ditendang dan dimaki-maki.
Melihat jenazah Wersasena, Dipati Karna tersungkur meratapi. Menangis tak henti-henti. Besok akan aku balas. Utang nyawa dibalas nyawa.
Jaya Tandingan
Prabu Salya menjemput mantunya. Hei mantu, ini hari sudah siang. Bala Korawa sudah siap semua. Naiklah ke kreta jatisura kita langsung pergi ke medan perang.
Di Tegal Kurusetra Dewi Srikandi dikawal oleh Desta Jumena dan Semar menaiki kreta manik brah. Prajuritnya semua perempuan. Geger sorak sorai, senapati ayu, senapati cantik. Ayo maju!
Kemudian datang pula ksatria dari Duksina Geni, putra Arjuna dengan Dewi Dresanala, Raden Wisanggeni. Ingin membantu orangtuanya maju di Tegal Kurusetra.
Raden Wisanggeni langsung mengeluarkan senjata aji riak bandem yang mengeluarkan api panas. Bala Korawa terbakar. Banyak yang mati. Saking ganasnya api ini, senjata makan tuan. Tubuh Wisanggeni pun ikut terbakar. Gugur bunga di medan perang.
Srikandi dan pasukannya datang menyerbu dari sebelah kiri. Dengan taktik ‘nyakar, njambak, nendang’. Bala Korawa mundur. Dikeluarkanlah senjata golendang istri. Sayang hanya mengenai kumis Dipati Karna sebelah. Karena malu, dicukurlah semua kumis senapati Astina itu.
Akibat simbol kejantanannya kena, Dipati Karna mengeluarkan senjata wijayandanu. Setelah dilepas mengenai kemben Srikandi. Gunung kembar Srikandi yang ranum jelas terlihat. Semar menyerahkan sarungnya untuk menutupi aurat istri Arjuna itu.
Srikandi menangis dan mengadu kepada Arjuna. Kreta manik suamur berkuda empat langsung disiapkan untuk menghadapi Dipati Karna. Kuda tersebut adalah Si Abrah Puspa, Si Kota, Si Sena dan Si Cipta Walahar. Busana perang yang dipakai adalah pemberian dari Betara Guru.
Dipati Karna dari kreta jatisura berkuda satu, Si Soder dengan kusir Prabu Salya mendapatkan bala bantuan dari Naga Arda Walika. Ia ingin balas dendam sewaktu di Gunung Indrakila. Si Ular Naga ekornya putus oleh keris pancaroba.
Dipati Karna enggan dibantu, dikeluarkanlah senjata wijayandanu. Arda Walika ikut bersama panah tersebut. Kresna memberi tahu untuk mengeluarkan senjata bramasta. Arda Walika langsung mati hancur bersama pusaka dua senapati itu.
Melihat senjata wijayandanu gagal mengenai Arjuna. Lalu dikeluarkan lagi senjata wijayacapa. Yang mana keampuhannya sekali lepas keluarlah beribu-ribu anak panah. Sampai-sampai burung dan ikan ikut mati terkena senjata ini. Sanghyang Baruna marah, raja ikan ini menyumpahi Dipati Karna kalah.
Paman, besok ayahanda Dipati Karna akan menjadi senapati Astina yang akan bertarung dengan Arjuna. Tolonglah malam ini antar saya menuju Tegal Kurusetra. Malam ini saya akan bunuh dia.
Duo Jinggan melarang Wersasena untuk pergi. Dua pengawalnya dimarahi habis-habisan. Melihat majikannya memaksa, mereka turut mengikuti dari belakang. Sekitar pukul 12 malam Wersasena tiba di lapangan perang tersebut. Raden Wersasena dengan lantang mengajak Arjuna duel meladeninya.
Hei Arjuna, keluarlah! Hadapilah saya kalau berani. Jangan melawan ayahanda Dipati Karna dulu, hadapi saya dulu.
Mendengar tantangan dari Wersasena, Patih Sencaki dan Cungkring sepanakawan langsung mendatangi.
Hei Wersasena, ini masih gelap gulita. Bukan waktu perang. Pulanglah saja! Berisik tahu. Ganggu orang istirahat.
Hei Sencaki si cebol. Saya sedang bicara dengan Arjuna. Bukan kamu. Suruh Arjuna ke sini.
Wah kurang ajar! Patih Sencaki langsung murka dibilang si cebol. Ia langsung mengeluarkan pusaka andalan. Gada cendanasari. Dipukulah kepala Wersasena. Hancur berkeping-keping langsung mati. Jenazah Wersasena pun dibawa oleh dua pengawalnya ke Astina.
Puri Senapati
Dipati Karna sedang bermesraan dengan istrinya Dewi Surtikanti. Menyiapkan segala keperluan perang besok.
Jika besok kanda menang kita akan bertemu kembali. Sebaliknya jika kalah, ini adalah pertemuan terakhir kita, dinda Surti.
Mendengar suara hati suaminya yang lirih penuh cinta. Surtikanti bertekad melayani suaminya sebaik mungkin. Darahnya berdesir. Rasa sayangnya membuncah. Ia langsung menunggangi suaminya.
Keasyikan mereka diganggu saat dua pengawal datang membawa kabar putranya meninggal. Jinggan Anom dan Jinggan Bala kena murka Dipati Karna. Mereka ditendang dan dimaki-maki.
Melihat jenazah Wersasena, Dipati Karna tersungkur meratapi. Menangis tak henti-henti. Besok akan aku balas. Utang nyawa dibalas nyawa.
Jaya Tandingan
Prabu Salya menjemput mantunya. Hei mantu, ini hari sudah siang. Bala Korawa sudah siap semua. Naiklah ke kreta jatisura kita langsung pergi ke medan perang.
Di Tegal Kurusetra Dewi Srikandi dikawal oleh Desta Jumena dan Semar menaiki kreta manik brah. Prajuritnya semua perempuan. Geger sorak sorai, senapati ayu, senapati cantik. Ayo maju!
Kemudian datang pula ksatria dari Duksina Geni, putra Arjuna dengan Dewi Dresanala, Raden Wisanggeni. Ingin membantu orangtuanya maju di Tegal Kurusetra.
Raden Wisanggeni langsung mengeluarkan senjata aji riak bandem yang mengeluarkan api panas. Bala Korawa terbakar. Banyak yang mati. Saking ganasnya api ini, senjata makan tuan. Tubuh Wisanggeni pun ikut terbakar. Gugur bunga di medan perang.
Srikandi dan pasukannya datang menyerbu dari sebelah kiri. Dengan taktik ‘nyakar, njambak, nendang’. Bala Korawa mundur. Dikeluarkanlah senjata golendang istri. Sayang hanya mengenai kumis Dipati Karna sebelah. Karena malu, dicukurlah semua kumis senapati Astina itu.
Akibat simbol kejantanannya kena, Dipati Karna mengeluarkan senjata wijayandanu. Setelah dilepas mengenai kemben Srikandi. Gunung kembar Srikandi yang ranum jelas terlihat. Semar menyerahkan sarungnya untuk menutupi aurat istri Arjuna itu.
Srikandi menangis dan mengadu kepada Arjuna. Kreta manik suamur berkuda empat langsung disiapkan untuk menghadapi Dipati Karna. Kuda tersebut adalah Si Abrah Puspa, Si Kota, Si Sena dan Si Cipta Walahar. Busana perang yang dipakai adalah pemberian dari Betara Guru.
Dipati Karna dari kreta jatisura berkuda satu, Si Soder dengan kusir Prabu Salya mendapatkan bala bantuan dari Naga Arda Walika. Ia ingin balas dendam sewaktu di Gunung Indrakila. Si Ular Naga ekornya putus oleh keris pancaroba.
Dipati Karna enggan dibantu, dikeluarkanlah senjata wijayandanu. Arda Walika ikut bersama panah tersebut. Kresna memberi tahu untuk mengeluarkan senjata bramasta. Arda Walika langsung mati hancur bersama pusaka dua senapati itu.
Melihat senjata wijayandanu gagal mengenai Arjuna. Lalu dikeluarkan lagi senjata wijayacapa. Yang mana keampuhannya sekali lepas keluarlah beribu-ribu anak panah. Sampai-sampai burung dan ikan ikut mati terkena senjata ini. Sanghyang Baruna marah, raja ikan ini menyumpahi Dipati Karna kalah.
Arjuna tak mau kalah dikeluarkanlah senjata tengkulak capa. Keampuhannya adalah bisa menarik panah. Panah-panah Dipati Karna seperti kena magnet.
Prabu Salya yang notabene membela mantunya. Secara batin dirinya memihak Bala Pendawa. Sewaktu Dipati Karna melepas senjata, sengaja kereta digenjot. Kuda bergejolak menyebabkan senjata seharusnya lurus malah sedikit ke atas. Akhirnya hanya mengenai mahkota Arjuna yang terbawa kabur ke udara.
Di awang-awang para dewa sedang menonton. Mahkota tadi mengenai Betara Narada. Kebayan dewa itu marah lalu menyumpahi Dipati Karna kalah.
Prabu Salya yang notabene membela mantunya. Secara batin dirinya memihak Bala Pendawa. Sewaktu Dipati Karna melepas senjata, sengaja kereta digenjot. Kuda bergejolak menyebabkan senjata seharusnya lurus malah sedikit ke atas. Akhirnya hanya mengenai mahkota Arjuna yang terbawa kabur ke udara.
Di awang-awang para dewa sedang menonton. Mahkota tadi mengenai Betara Narada. Kebayan dewa itu marah lalu menyumpahi Dipati Karna kalah.
Selanjutnya giliran Prabu Salya diprotes oleh Dipati Karna yang kecewa. Prabu Salya pun langsung turun dari kereta. Dan menyumpahi mantunya akan kalah bertanding dengan Arjuna.
Kresna memerintahkan Arjuna untuk melepaskan senjata. Arjuna menolak, ia ingat ibu dan Dipati Karna adalah kakaknya. Kalau tidak mau ya arahkan saja ke kreta jatisura. Senjata sarotama dikeluarkan. Kreta jatisura rusak dan kudanya mati.
Dipati Karna lalu turun. Ia mengingat ucapan Begawan Aradaya, kalau keretamu rusak umurmu pun tidak jauh beda. Aduh, saya akan mati. Arjuna pun harus mati.
Dipati Karna pura-pura menangis. Memohon maaf dan menyerah. Pasrah pati njaluk urip. Arjuna pun turun dari kereta. Mendatangi dan merangkul kakaknya. Setelah dekat, Dipati Karna menghunus keris bentala pipil.
Kelicikan Dipati Karna terlihat oleh Kresna. Ditariklah Arjuna. Tipu muslihat gagal, Dipati Karna menantang balik Arjuna dan Kresna. Arjuna pun mengeluarkan senjata pamungkas, pesopati.
Senjata itu mengenai leher Dipati Karna. Tubuh dan kepalanya terpisah. Tanceb kayon.
***
Dipati Karna pura-pura menangis. Memohon maaf dan menyerah. Pasrah pati njaluk urip. Arjuna pun turun dari kereta. Mendatangi dan merangkul kakaknya. Setelah dekat, Dipati Karna menghunus keris bentala pipil.
Kelicikan Dipati Karna terlihat oleh Kresna. Ditariklah Arjuna. Tipu muslihat gagal, Dipati Karna menantang balik Arjuna dan Kresna. Arjuna pun mengeluarkan senjata pamungkas, pesopati.
Senjata itu mengenai leher Dipati Karna. Tubuh dan kepalanya terpisah. Tanceb kayon.
***
Via
Cerbung
Posting Komentar